dc.description.abstract | Penelitian mi bertujuan untuk mengungkap dan meilganalisa perrnasalahanpennasalahan
Pengadilan Agama berkaitan dengan; 1) kewenangan Pengadilan
Agama menurut Undang-Undang No.4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan
Kehakiman, Undang-Undang No. 5 Tahun 2005 tentang Mahkamah Agung dan
Undang-Undang No.7 Tahun 1 989 jo. Undang-Undang No.3 Tahun 2006 tentang
Pengadilan Agama; dan 2) kontribusi Pengadilan Agama terhadap penegakan
hukurn di Indonesia.
Penelitian mi adalah penelitian normatif historis, yakni penelitian hukurn
yang bertolak dan postulat-postulat hukum normatif berkaitan dengan aspek
kesejarahan dan kewenangan Pengadilan Agama millai dan zaman Kolonial
Belanda sainpai pada era reformasi saat mi, serta mengungkap kontribusinya
dalam penegakan hukum di Indonesia. Data penelitian mi diperoleh dan
dokumen-dokumen dalam studi kepustakaan melalui analisa reflection thinking
dengan teknik deduktif-induktif. Ilasil penelitian mi Cibagi dalam dna bagian
yakni kewenangan Peradilan Agarna dan kontribusinya terhadap penegakan
hukum Islam. Kewenangan Peradilan Agams! dijabarkan kedalam 3 kewenmgm
yakni kewenangan dalam; 1) struktur pengadilan agama, 2) substmsi hukum, dan
3) budaya hukum. Bagi2n kedua yailg berkaitan dengan kontribusinya yang
dijabarkan dalam 3 aspek yakni aspek; 1) struktur pengadilan agama, 2) substansi
hukum, dan 3) budaya hukum.
Kewenangan Pengadilan Agama dalam struktur hukum peradilannya
menunjukkan bahwa; a) pada zaman kolonial Belanda, kewenangannya belum
dikukuhkan secara formal; b) selama era kemerdekaan sampai Orde Lama,
kewenangannya masih lemah karena masih bergantung kepada struktur hukum
pemerintah Belanda; c) pada era Orde Baru, keberadaannya mulai dipertegas
dengan dikeluarkannya Undang-Undang No. 12 Tahun 1980, meskipun masih
bergantung kepada Peradilan Umum dan Pengadilan N~geri; dai d) pada era
refommi, kewenangan diperkuat dan semakin mandiri, meskipun
kemandiriannya masih diintervensi oleh Departemen Agama dan Majelis Ulama
Indonesia seperti tersebut dalam penjelasan Undang-Undang No. 4 Tahun 2004,
Undang-Undang No. 5 Tahun 2004, dan Undang-Undang No. 3 Tahun 2006.
Kewenangan dalam subtansi hukum menunjukkan bahwa; a) pada zaman kolonial
Belanda, kewenangan Pengadilan Agama sangat lemah karena intervensi
pemerintah kolonial Belanda, b) selama masa kemerekaan dan Orde Lama,
kewenangannya masih terbatas pada masalah muamalah, seperti perkawinan,
talak, infaq dan shadaqah; c) pada Orde Baru, keberadaannya masih juga terbatas
pada masalah muamalah seperti yang tercantum dalam Undang-Undang No. 7
Tahun 1989; dan d) pada era reformasi, kewenangannya diperluas tidak hanya pada aspek muamalah tetapi juga masalah ekonomi Islam. Kewenangan dalam
budaya hukum memperlihatkan bahwa; a) pada masa kolonial Belanda,
pengadilan ini masih stagnan karena kebijakan yang tertutup dari pemerintah
kolonial Belanda, b) selama masa kemerdekaan, Orde Lama sampai Orde Baru,
Pengadilan Agama sedikit mengalami penguatan pada beberapa aspek yang
menyangkut umat Islam; dan c) pada era reformasi, kewenangannya semakin
diperkuat, dengan diberikan kewenangan tidak hanya dalam aspek muamalah tdpi
juga ekonomi Islam.
Bagian kedua yakni koiitribusi Pengadilan Agama dalam penegakan hukum
Islam menunjukkan bahwa; 1) sejak zaman kolonial Belanda sampai sekarang,
kontribusi pada aspek struktur hukum masih belum maksimal, karena
kewsnangannya masih tmpang tindih dengan pengadilan umum dan masih
diintervensi oleh Departemen Agama dan Majelis Ularna Indonesia seperti pada
penjelasan Undang-Undang NG. 4 Tahun 2004. 2). Pada aspek subtansi hukum,
kontriusinya telah mengalami penguatan dengan keluarnya Undang-Undang No. 3
Tahun 2006 tentang Pengadilan Agama, dan 3). Pada kontribusi aspek budaya
hukum, Pengadilan Agama masih belum mampu menjadikan dirinya sebagai agen
perubahar, dalam memberi kesadaran hukum dan moralitas pada masyarakat. Hal
mi ditunjukkan dengan kurangnya kesadaran uniat Islam dalam melaksanakan
nilai-nilai Islam dalanl kehidupannya. | en_US |