POLITIK HUKUM NEGARA KESEJAHTERAAN: Studi tentang Kebijakan Regulasi dan Institusionalisasi Gagasan Kesejahtersan Sosial Ekonomi Masyarakat Nelayan di Jawa Tengah
Abstract
Telaah teori dan praktik Negara Kesejahteraan dalam penelitian ini
ditemukan penyebab tidak efektifnya hukum dan kebijakan pemerintah sebagai
sarana perubahan masyarakat berkaitan dengan peningkatan kesejahteraan sosial
ekonomi masyarakat nelayan di Jawa Tengah.
Pertama, instrumen hukum yang mengatur kesejahteraan sosial bagi
masyarakat, khususnya masyarakat nelayan, dalam beberapa kondisi diakui telah
berjalan dengan efefektif. Secara umum, UU No.6 Tahun 1974 mengatur tentang
Ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial dan memiliki kesesuaian dengan arnanat
yang diatur dalam Pasal27 (2), Pasal 33 dan Pasal 34 UUL) 1945. Secara khusus,
UU No.16 Tahun 1964 mengatur tentang Bagi Hasil Perikanan yang membantu
menyejahterakan masyarakat nelayan. UU ini berkesesuaian dengan Pasal 27 (2)
dan Pasal 33 UUD 1945 terutama dalam peran negara yang bertanggung jawab
atas kesejahteraan ekonomi masyarakat.
Kedua, kebijakan pemerintah merupakan instrumen hukum bukan produk
legislasi telah dirasakan efektif dalam menyejahterakan masyarakat, terutama
dalam menurunkan jumlah kemiskinan. Inpres No.5 Tahun 1993 tentang UIT,
Keppres No.] 90 Tahun 1998 tentang Jaring Pengamanan Sosial (JPS), Keppres
No.124 Tahun 2001 juncto Keppres No.8 Tahun 2002 tentang Komite
Penanggulangan Kemiskinan (KPK), dan Perpres No.54 Tahun 2005 tentang Tim
Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (TKPK) merupakan bukti dari adaya
politik hukum Negara Kesejahteraan di Indonesia Namun, untuk instrumen
. . hukum kebijakan ini tidak mampu berfUngsi lebih komprehensif mengingat
keterbatasan fungsi dan tujuan serta ruang lingkup kebijakan pemerintah amat
terbatas.
Ketiga, irnplikasi dari bentuk peraturan hukurn dan kebijakan pemerintah
baik pusat maupun daerah untuk menyejahterakan masyarakat, khususnyd
masyarakat nelayan di Jawa Tengah tidak cukup berhasil, karena: (I) Tidak ada
kebijakan yang terpadu antara institusi di tingkat pusat sampai daemh; (2) Tidak
adanya program-program pengentasan kemiskinan yang berkelanjutan; (3)
Timhulnya kontradisksi antara institusi yang diamanatkan oleh UU No.6 Tahun
1974 dan berkurangnya peran Depsos dan/atau Dinas di daerah dan diganti oleh
institusi lain yang tidak relevan; (4) Tidak berjalannya filngsi pengawasan yang
dilakukan oleh dinas dan institusi TPI, KUD, dan HNSI dan peran dominan
nelayan juragan melalui praktik bagi hasil *rikanan secara adat bertentangan
dengan UU No.16 Tahun 1964 dan berakibat nelayan pandega ti& mernperoleh
bagian yang adil; (5) Masyarakat nelayan pandega yang cendenrng tid& rnud~h
untuk beperan serta dalam proses pembuatan kebijakan juga faktor yang
mempenganihi ketidak berhasilan tersebut.
Collections
- Doctor of Law [107]