PENERAPAN PEMBUKTIAN TERBALIK BERDASARKAN UU NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN
Abstract
Permasalahan di dalam penelitian tesis ini adalah bagaimana tanggung
jawab pelaku usaha atas kerugian yang diderita oleh konsumen akibat
menggunakan suatu produk yang cacat, kemudian bagaimana prinsip beban
pembuktian terbalik dalam sengketa antara konsumen dan pelaku usaha terutama
dalam kasus yang di alami oleh Takasu Masaharu dengan PT. Coca Cola dan apa
kelemahan prinsip beban pembuktian terbalik dalam sengketa antara konsumen
dan pelaku usaha dalam perlindungan konsumen akibat menggunakan produk
yang cacat. Dan untuk metode penelitian tesis ini menggunakan metode penelitian
yuridis normatif yaitu menggunakan data sekunder yang berupa bahan hukum
primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukurn tersier.
Hasil penelitian tesis menunjukkan bahwa pelaku usaha bertanggung
jawab untuk mengganti kerugian yang diderita oleh konsumen akibat
menggunakan produk cacat yang diproduksi dan diedarkan oleh pelaku usaha.
Ganti rugi yang diberikan dapat berupa pengembalian uang atau penggantian
barang dan atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan
dan atau pemberian santunan yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku. Tanggung jawab pelaku usaha ini timbul dan adanya perikatan
antara konsumen dengan pelaku usaha atau perbuatan melawan hukum yang
dilakukan oleh pelaku usaha Pelaku usaha yang dapat membuktikan bahwa
kerugian yang dialami konsumen bukan karena kesalahannya, tidak bertanggung
jawab atas kerugian konsumen. Tanggungiawab pelaku usaha ini berdasarkan
Pasal l9 UU Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (UUPK).
Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen
(UUPK) menganut beban pembuktian terbalik dalam proses pembuktian di
pengadilan. Hal ini diatur telah di dalam Pasal 28 UUPK. Ketentuan ini
menyatakan bahwa beban pembuktian dialihkan kepada pelaku usaha dan
menurut ketentuan ini, selama pelaku usaha tidak dapat membukhkan bahwa
kesalahan tersebut bukan merupakan kesalahan yang terletak pada pihaknya,
maka derni hukum pelaku usaha bertanggung jawab dan wajib mengganti
kerugian yang diderita tersebut. Dan menurut Pasal28 UUPK bahwa Pembuktian
terhadap ada tidaknya unsur kesalahan dalam gugatan ganti rugi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 19, Pasal22, dan Pasal23 merupakan beban dan tanggung
jawab pelaku usaha.
Saran, Pemerintah agar menindak tegas pelaku usaha yang menyalahi dan
melanggar standar-standar yang telah ditentukan dalam suatu proses produksi dan
ketentuan-ketentuan yang diatur dalam UU Perlindungan Konsumen (UUPK).
Dengan demikian pemerintah hendaknya lebih meningkatkan pengawasan
terhadap kualitas setiap produk yang diproduksi dan diedarkan pelaku usaha,
sehingga pelaku usaha tidak lagi mengutamakan kuantitas guna mendapatkan
keuntungan usaha, akan tetapi kualitas dari produknya juga tetap haru dijaga
dengan baik. Dan tanggunglwab produk (product liability) yang disertai dengan
prinsip strict liability sangat penting sekali diterapkan dalam perlindungan
konsumen akibat menggunakan suatu produk yang cacat. Untuk itu, disarankatl
kepada pemerintah agar mengupayakan diterapkannya prinsip ini dalam UU
Perlindungan Konsumen (UUPK).
Collections
- Master of Law [1445]