Show simple item record

dc.contributor.authorESTER SIREGAR, 04. M. 0129
dc.date.accessioned2018-07-21T17:27:10Z
dc.date.available2018-07-21T17:27:10Z
dc.date.issued2006-09-02
dc.identifier.urihttps://dspace.uii.ac.id/handle/123456789/9313
dc.description.abstractPermasalahan di dalam penelitian tesis ini adalah bagaimana tanggung jawab pelaku usaha atas kerugian yang diderita oleh konsumen akibat menggunakan suatu produk yang cacat, kemudian bagaimana prinsip beban pembuktian terbalik dalam sengketa antara konsumen dan pelaku usaha terutama dalam kasus yang di alami oleh Takasu Masaharu dengan PT. Coca Cola dan apa kelemahan prinsip beban pembuktian terbalik dalam sengketa antara konsumen dan pelaku usaha dalam perlindungan konsumen akibat menggunakan produk yang cacat. Dan untuk metode penelitian tesis ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif yaitu menggunakan data sekunder yang berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukurn tersier. Hasil penelitian tesis menunjukkan bahwa pelaku usaha bertanggung jawab untuk mengganti kerugian yang diderita oleh konsumen akibat menggunakan produk cacat yang diproduksi dan diedarkan oleh pelaku usaha. Ganti rugi yang diberikan dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang dan atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan atau pemberian santunan yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Tanggung jawab pelaku usaha ini timbul dan adanya perikatan antara konsumen dengan pelaku usaha atau perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh pelaku usaha Pelaku usaha yang dapat membuktikan bahwa kerugian yang dialami konsumen bukan karena kesalahannya, tidak bertanggung jawab atas kerugian konsumen. Tanggungiawab pelaku usaha ini berdasarkan Pasal l9 UU Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (UUPK). Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) menganut beban pembuktian terbalik dalam proses pembuktian di pengadilan. Hal ini diatur telah di dalam Pasal 28 UUPK. Ketentuan ini menyatakan bahwa beban pembuktian dialihkan kepada pelaku usaha dan menurut ketentuan ini, selama pelaku usaha tidak dapat membukhkan bahwa kesalahan tersebut bukan merupakan kesalahan yang terletak pada pihaknya, maka derni hukum pelaku usaha bertanggung jawab dan wajib mengganti kerugian yang diderita tersebut. Dan menurut Pasal28 UUPK bahwa Pembuktian terhadap ada tidaknya unsur kesalahan dalam gugatan ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19, Pasal22, dan Pasal23 merupakan beban dan tanggung jawab pelaku usaha. Saran, Pemerintah agar menindak tegas pelaku usaha yang menyalahi dan melanggar standar-standar yang telah ditentukan dalam suatu proses produksi dan ketentuan-ketentuan yang diatur dalam UU Perlindungan Konsumen (UUPK). Dengan demikian pemerintah hendaknya lebih meningkatkan pengawasan terhadap kualitas setiap produk yang diproduksi dan diedarkan pelaku usaha, sehingga pelaku usaha tidak lagi mengutamakan kuantitas guna mendapatkan keuntungan usaha, akan tetapi kualitas dari produknya juga tetap haru dijaga dengan baik. Dan tanggunglwab produk (product liability) yang disertai dengan prinsip strict liability sangat penting sekali diterapkan dalam perlindungan konsumen akibat menggunakan suatu produk yang cacat. Untuk itu, disarankatl kepada pemerintah agar mengupayakan diterapkannya prinsip ini dalam UU Perlindungan Konsumen (UUPK).en_US
dc.publisherUniversitas Islam Indonesiaen_US
dc.titlePENERAPAN PEMBUKTIAN TERBALIK BERDASARKAN UU NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMENen_US
dc.typeThesisen_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record