KEMANDIRIAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH MELALUI PENYUSUNAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH BERDASARKAN ASAS OTONOMI DAERAH
Abstract
Pasca amandemen konstitusi tidak terlepas telah memberikan perubahan pada proses berjalannya
pemerintahan daerah dengan adanya kebijakan otonomi daerah. Pada Pasal 18 UUD 1945 menjadi titik
sentral dalam memberikan ruang terhadap kebijakan pemerintahan daerah. Pasal 18 ayat (2), (4), dan (6)
Penulis gunakan sebagai kerangka otonomi daerah dan hubungannya dengan pengelolaan keuangan
daerah. APBD sebagai sumber keuangan daerah dapat ditetapkan melalui Perda. UU No.32 Tahun 2004
jo UU No. 12 Tahun 2008 tentang pemerintah daerah, UU No.33 Tahun 2004 tentang perimbangan
keuangan antara pemerintah pusat dengan pemerintahan daerah dan PP No.58 Tahun 2005 tentang
pengelolaan keuangan daerah dijadikan sebagai dasar hukum dalam pengelolaan APBD. Pada tahap
perumusan, penyusunan, perubahan dan penetapan APBD merupakan celah terhadap adanya
penyimpangan kebijakan yang dilakukan oleh pejabat daerah. Penulis dalam kajian ini mengkajinya
dalam 3 rumusan masalah yaitu: Bagaimanakah korelasi konsepsi otonomi daerah dengan pengelolaan
keuangan daerah secara mandiri di daerah?Apakah terdapat bentuk-bentuk penyimpangan secara
administratif melalui Peraturan Daerah (Perda) dalam menjalankan asas otonomi daerah terkait
pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) di daerah? dan Konsepsi ke depan dalam
Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pemerintah Daerah dalam tata kelola dan kemandirian
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)?
Penulis menggunakan jenis penelitian normatif yang bersifat preskriptif. Sebagai pisau analisis
Penulis menggunakan paradigma desentralisasi politik dan administartif guna membedakan pola
kebijakan yang diambil oleh pejabat daerah. Korelasi atribusi, delegasi, dan mandat Penulis gunakan
untuk mengkaji tugas dan wewenang dari pejabat daerah.
Desentralisasi merupakan bagian dari asas otonomi daerah yang menjadi celah masuk terhadap
pengelolaan APBD. Dalam tataran normatif desentralisasi merupakan asas, akan tetap dalam tataran
praktis bebrapa ahli memaknainya sebagai prinsip dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah.DAU dan
DAK juga merupakan transformasi keuangan dari pemerintah pusat. APBD sebagai sumber keuangan
daerah dikelola oleh para pejabat di daerah melalui kebijkan Perda, Keputusan dan Peraturan Kepala
Daerah. Parameter dalam perubahan APBD adalah 1.perkembangan yang tidak sesuai dengan asumsi
kebijakan umum,2. terjadi pergeseran unit organisasi, dan 3.keadaan mendesak dan darurat. Tiga
parameter ini tidak bersifat komulatif, akan tetapi dapat bersifat relatif. Pada tahap perumusan,
penyusunan, perubahan dan penetapan parameter ini telah menimbulkan penyimpangan kebijakan yang
diambil oleh pejabat daerah. Kerjasama antara lembaga legislatif dan eksekutif sebagai otoritas tertinggi
dalam pengambilan kebijakan menjadikan semua kebijakan seolah-olah legal. Dalam melaksanakan tugas
dan wewenang para pejabat terikat oleh “asas specialitas’. Asas ini merupakan parameter terkait ada dan
tidaknya penyimpangan administratif yang dilakukan oleh pejabat daerah. Konsep delegasi dan mandat
juga akan menjadi penentu terhadap tugas dan wewenang yang akan dijalankan oleh pejabat daerah. Agar
tidak makin terjadi disorientasi pemerintah juga telah memberikan formulasi ke depannya dapat lebih
baik melalui RUU tentang Pemerintah Daerah.
Dengan demikian korelasi otonomi daerah terhadap pengelolaan APBD tidak terlepas dengan
desentralisasi dan pola kebijakan yang diambil oleh pejabat daerah. Terhadap parameter perubahan
APBD seharusnya lebih detail dan dikaji secara dalam agar Perda, Keputusan dan Peraturan Kepala
Daerah sebagai legalitas tertinggi dapat meminimalisir terjadinya penyimpangan dari pejabat daerah.
Collections
- Master of Law [1447]