PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PIHAK PENYEDIA BARANG/JASA DALAM KONTRAK PENGADAAN BARANG/JASA DI PT. KERETA API INDONESIA (PERSERO)
Abstract
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mengkaji
perlindungan hukum bagi pihak penyedia barang/jasa dalam perjanjian pengadaan
barang/jasa di PT. Kereta Api Indonesia (Persero), serta penyelesaian hukumnya
terhadap kerugian yang timbul akibat tidak terlaksananya perlindungan hukum.
Penelitian ini merupakan penelitian empiris yang menggunakan data
lapangan sebagai data utamanya. Metode pendekatan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metode pendekatan perundang-undangan. Adapun metode
analisis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif,
yaitu data yang diperoleh dari penelitian disajikan secara deskriptif dan diolah
secara kualitatif.
Hasil penelitian ini adalah: (1) Perlindungan hukum bagi pihak penyedia
barang/jasa dalam Perjanjian Pengadaan Barang/Jasa di PT. Kereta Api Indonesia
(Persero), sebenarnya sudah diatur dalam ketentuan Pasal 122 Peraturan Presiden
Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, yang
menyatakan bahwa PPK yang melakukan cidera janji terhadap ketentuan yang
termuat dalam Kontrak, dapat dimintakan ganti rugi dengan ketentuan sebagai
berikut: (a) besarnya ganti rugi yang dibayar oleh PPK atas keterlambatan
pembayaran adalah sebesar bunga terhadap nilai tagihan yang terlambat dibayar,
berdasarkan tingkat suku bunga yang berlaku pada saat itu menurut ketetapan
Bank Indonesia; atau (b) dapat diberikan kompensasi sesuai ketentuan dalam
Kontrak; serta (2) Penyelesaian hukumnya terhadap kerugian yang timbul akibat
tidak terlaksananya perlindungan hukum, diatur dalam Pasal 94 Peraturan
Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, yang
menyatakan bahwa: (a) Dalam hal terjadi perselisihan antara para pihak dalam
penyediaan barang/jasa pemerintah, para pihak terlebih dahulu menyelesaikan
perselisihan tersebut melalui musyawarah untuk mufakat, (b) Dalam hal
penyelesaian perselisihan melalui mufakat tidak tercapai, penyelesaian
perselisihan tersebut dapat dilakukan melalui arbitrase, alternatif penyelesaian
sengketa atau pengadilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Sebagai tindak lanjut untuk menyelesaikan permasalahan yang terjadi dapat
berupa: (a) penyempurnaan/perbaikan proses Pengadaan Barang/Jasa, baik
kelembagaan, SDM maupun prosedur, (b) koreksi/pengembalian kerugian atas
terjadinya penyimpangan yang merugikan perusahaan, (c) pemberian sanksi atas
pelanggaran yang dilakukan oleh pihak terkait baik petugas pelaksana maupun
penyedia barang/jasa terhadap ketentuan dan prosedur pengadaan barang/jasa
berdasarkan bukti-bukti yang ada dari hasil temuan Satuan Pengawasan Intern,
dan (d) Pemberian penghargaan kepada yang berprestasi dan dinilai patut
mendapatkan penghargaan sehubungan proses pengadaan barang/jasa.
Collections
- Master of Law [1445]