ANALISIS HUKUM PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 18/PUU-XII/2014 TENTANG PENGUJIAN PASAL 59 AYAT (4), PASAL 95 AYAT (1), DAN PASAL 102 UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP MENURUT UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945
Abstract
Keberadaan norma yang terkandung dalam Pasal 59 ayat (4) juncto Pasal
102 UU Nomor 32 Tahun 2009 mewajibkan adanya izin bagi pengelolaan limbah
B3 namun di sisi lain Pasal 95 ayat (1) mengatur bahwa penghasil limbah B3
diwajibkan untuk mengelola limbah B3 yang dihasilkan tersebut dengan ancaman
sanksi pidana jika tidak melakukannya. Keberadaan dua norma yang bersifat
kontradiktif tersebut telah merugikan hak konstitusional atas “pengakuan
jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil”, sebagaimana diatur
dalam pasal 28D ayat (1) UU Nomor 32 tahun 2009. Oleh sebab itu muncullah
suatu permasalahan hukum yang kemudian atas keberadaan Pasal tersebut Pihak
penguji mengajukan uji materi Pasal dalam Undang-Undang Nomor 32 tahun
2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungn Hidup yang kemudian
muncul pertanyaan yaitu apa dasar pertimbangan Majelis Hakim Mahkamah
Konstitusi dalam melakukan pengujian Pasal 59 Ayat (4), Pasal 95 Ayat (1) dan
pasal 102 UU No.32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan hidup terhadap UUD 1945?.
Untuk menjawab permasalahan tersebut, maka penelitian ini akan
mengkaji pokok permasalahan melalui pendekatan yuridis-normatif, yaitu
menganalisis permasalahan dari sudut pandang atau menurut ketentuan atau
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Ditambah dengan bahan-bahan
hukum lain yang terdiri dari buku-buku literatur, makalah, artikel, hasil
penelitian dan karya ilmiah lainnya yang berhubungan dengan penelitian ini.
Hasil penelitian tersebut terjawab sebagai berikut : pertimbangan hukum
Mahkamah mendasarkan pada pertimbangan hukum positif dan pertimbangan
hukum di luar hukum positif. Bahwa Sebagaimana didalilkan Pemohon, Pasal 59
ayat (4) juncto Pasal 102 serta Pasal 95 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2009,dalam putusan bernomor 18/PUU-XII/2014, Mahkamah menyatakan
Pasal 59 ayat (4) UU PPLH bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak
mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “Pengelolaan
limbah B3 wajib mendapat izin dari menteri, gubernur, atau bupati/walikota
sesuai dengan kewenangannya dan bagi pengelolaan limbah B3 yang
permohonan perpanjangan izinnya masih dalam proses harus dianggap telah
memperoleh izin. Hakim Mahkamah Konstitusi juga menghapus kata “dapat” dan
memberi tafsir inkonstitusional bersyarat terhadap frasa “tindak pidana
lingkungan hidup” dalam Pasal 95 ayat (1) UU PPLH sepanjang tidak dimaknai
“termasuk tindak pidana lain yang bersumber dari pelanggaran undang-undang
ini. Dengan begitu, Pasal 95 ayat (1) UU PPLH selengkapnya menjadi “Dalam
rangka penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana lingkungan hidup,
termasuk tindak pidana lain yang bersumber dari pelanggaran undang-undang
ini, dilakukan penegakan hukum terpadu antara penyidik pegawai negeri sipil,
kepolisian, dan kejaksaan di bawah koordinasi Menteri.”
Collections
- Master of Law [1446]