PUTUSAN PEMBERIAN MAAF DALAM TINDAK PIDANA PENCURIAN (STUDI KASUS PUTUSAN HAKIM DI PENGADILAN NEGERI SOLOK)
Abstract
Dalam beberapa kasus, penegakan hukum terhadap tindak pidana ternyata memiliki
dilema tersendiri. Sebagai contoh adalah kasus pencurian yang terjadi di wilayah hukum
Pengadilan Negeri Solok, yaitu berupa pencurian 1 (satu) unit telepon genggam merk Black
Berry Gemini warna hitam, 1 (satu) unit telepon genggam merk G. Von warna hitam, 1 (satu)
unit telepon genggam merk Nexian warna hitam, dan uang tunai sebesar Rp. 500.000,- (lima
ratus ribu rupiah) yang diputus oleh hakim Pengadilan Negeri Solok dengan nomor perkara
Nomor : 02/Pid.R/2013/PN. Slk. Dalam hal ini, hakim dalam putusannya mengambil
terobosan untuk mempertimbangkan hal-hal yang terjadi di luar unsur tindak pidana ini, yaitu
adanya perjanjian perdamaian antara pelaku dengan korban, dan oleh karenanya Hakim
memberikan putusan yang amarnya memberikan sanksi pidana pemberian maaf, yaitu
Menghukum Terdakwa Suwanti pgl Ipil dan saksi korban Haryanti pgl Yanti untuk mentaati
dan memenuhi Kesepakatan Perdamaian yang telah disepakati itu.
Berdasarkan asas-asas hukum pidana pada umumnya, seseorang yang telah terbukti
secara bersalah melakukan tindak pidana kepada orang tersebut telah dapat dijatuhi pidana.
Akan tetapi Konsep KUHP berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu memberikan
kewenangan kepada hakim untuk memberi maaf atau pengampunan kepada si pembuat tanpa
menjatuhkan pidana atau tindakan apapun. Ketentuan tentang pemberian maaf oleh hakim ini
dituangkan di dalam Pasal 55 ayat (2) Konsep RUU KUHP 2012 sebagai bagian dari
pedoman pemidanaan.
Permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut. Pertama, Bagaimanakah
pertimbangan hakim dalam menjatuhkan hukuman berupa pemberian maaf? Dan Kedua,
berkaitan dengan sistem peradilan pidana, Seberapa-jauhkah putusan pemberian maaf di
dalam kerangka sistem peradilan pidana itu diperlukan?
Penelitian ini bertujuan untuk, (a) Memperoleh penjelasan tentang pertimbangan hakim
yang menjatuhkan hukuman berupa pemberian maaf dan (b) Menemukan penjelasan tentang
arti pentingnya keberadaan putusan pemberian maaf tersebut di dalam kerangka sistem
peradilan pidana serta kontribusinya bagi tercapainya tujuan pemidanaan.
Dari hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan sebagai berikut. Pertama,
Tentang pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan pemberian maaf, dalam perkara ini
hakim mempertimbangkan faktor yuridis dan non yuridis. Kedua, Putusan pemberian maaf
ini merupakan salah satu gagasan baru di antara sejumlah gagasan pembaharuan yang dicoba
diakomodasikan di dalam RUU KUHP Nasional yang baru. Putusan pemberian maaf ini
menempati kedudukan yang strategis dalam proses penyelesaian suatu perkara pidana,
khususnya pada proses pemeriksaan perkara di sidang pengadilan, ketika hakim membuat
pertimbangan penentuan putusan atas perkara yang bersangkutan. Secara yuridis, sistem
peradilan pidana di Indonesia hingga kini bclum mengenal keberadaan lembaga pembenan
maaf sebagai mana dicoba diakomodasikan di dalam RUU KUHP Nasional yang baru ini.
Dengan mempertimbangkan aspek-aspek teoretis perkembangan dan kebijakan pembaharuan
hukum pidana nasional serta faktor realitas praktik penegakan hukum hukum secara
empiris,maka keberadaan lembaga pemberian maaf itu memang sungguh-sungguh diperlukan
keberadaannya dalam sistem peradilan pidana Indonesia.
Collections
- Master of Law [1450]