Show simple item record

dc.contributor.authorMELIA NUR PRATIWI, 08912346
dc.date.accessioned2018-07-20T13:53:50Z
dc.date.available2018-07-20T13:53:50Z
dc.date.issued2015-03-27
dc.identifier.urihttps://dspace.uii.ac.id/handle/123456789/9134
dc.description.abstractDalam beberapa kasus, penegakan hukum terhadap tindak pidana ternyata memiliki dilema tersendiri. Sebagai contoh adalah kasus pencurian yang terjadi di wilayah hukum Pengadilan Negeri Solok, yaitu berupa pencurian 1 (satu) unit telepon genggam merk Black Berry Gemini warna hitam, 1 (satu) unit telepon genggam merk G. Von warna hitam, 1 (satu) unit telepon genggam merk Nexian warna hitam, dan uang tunai sebesar Rp. 500.000,- (lima ratus ribu rupiah) yang diputus oleh hakim Pengadilan Negeri Solok dengan nomor perkara Nomor : 02/Pid.R/2013/PN. Slk. Dalam hal ini, hakim dalam putusannya mengambil terobosan untuk mempertimbangkan hal-hal yang terjadi di luar unsur tindak pidana ini, yaitu adanya perjanjian perdamaian antara pelaku dengan korban, dan oleh karenanya Hakim memberikan putusan yang amarnya memberikan sanksi pidana pemberian maaf, yaitu Menghukum Terdakwa Suwanti pgl Ipil dan saksi korban Haryanti pgl Yanti untuk mentaati dan memenuhi Kesepakatan Perdamaian yang telah disepakati itu. Berdasarkan asas-asas hukum pidana pada umumnya, seseorang yang telah terbukti secara bersalah melakukan tindak pidana kepada orang tersebut telah dapat dijatuhi pidana. Akan tetapi Konsep KUHP berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu memberikan kewenangan kepada hakim untuk memberi maaf atau pengampunan kepada si pembuat tanpa menjatuhkan pidana atau tindakan apapun. Ketentuan tentang pemberian maaf oleh hakim ini dituangkan di dalam Pasal 55 ayat (2) Konsep RUU KUHP 2012 sebagai bagian dari pedoman pemidanaan. Permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut. Pertama, Bagaimanakah pertimbangan hakim dalam menjatuhkan hukuman berupa pemberian maaf? Dan Kedua, berkaitan dengan sistem peradilan pidana, Seberapa-jauhkah putusan pemberian maaf di dalam kerangka sistem peradilan pidana itu diperlukan? Penelitian ini bertujuan untuk, (a) Memperoleh penjelasan tentang pertimbangan hakim yang menjatuhkan hukuman berupa pemberian maaf dan (b) Menemukan penjelasan tentang arti pentingnya keberadaan putusan pemberian maaf tersebut di dalam kerangka sistem peradilan pidana serta kontribusinya bagi tercapainya tujuan pemidanaan. Dari hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan sebagai berikut. Pertama, Tentang pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan pemberian maaf, dalam perkara ini hakim mempertimbangkan faktor yuridis dan non yuridis. Kedua, Putusan pemberian maaf ini merupakan salah satu gagasan baru di antara sejumlah gagasan pembaharuan yang dicoba diakomodasikan di dalam RUU KUHP Nasional yang baru. Putusan pemberian maaf ini menempati kedudukan yang strategis dalam proses penyelesaian suatu perkara pidana, khususnya pada proses pemeriksaan perkara di sidang pengadilan, ketika hakim membuat pertimbangan penentuan putusan atas perkara yang bersangkutan. Secara yuridis, sistem peradilan pidana di Indonesia hingga kini bclum mengenal keberadaan lembaga pembenan maaf sebagai mana dicoba diakomodasikan di dalam RUU KUHP Nasional yang baru ini. Dengan mempertimbangkan aspek-aspek teoretis perkembangan dan kebijakan pembaharuan hukum pidana nasional serta faktor realitas praktik penegakan hukum hukum secara empiris,maka keberadaan lembaga pemberian maaf itu memang sungguh-sungguh diperlukan keberadaannya dalam sistem peradilan pidana Indonesia.en_US
dc.publisherUniversitas Islam Indonesiaen_US
dc.subjectputusanen_US
dc.subjectpemberian maafen_US
dc.subjecttindak pidana pencurianen_US
dc.titlePUTUSAN PEMBERIAN MAAF DALAM TINDAK PIDANA PENCURIAN (STUDI KASUS PUTUSAN HAKIM DI PENGADILAN NEGERI SOLOK)en_US
dc.typeThesisen_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record