KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM PEMBENTUKAN NORMA HUKUM BARU (STUDI KASUS PUTUSAN MK NO. 46/PUU.VIII/2010 PERIHAL PENGUJIAN UU NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN)
Abstract
Pasca amandemen ketiga UUD 1945 tahun 2001, lahir sebuah lembaga
yudisial baru, mempunyai kedudukan setingkat atau sederajat dengan Mahkamah
Agung dan berada di luar Mahkamah Agung bernama Mahkamah Konstitusi.
Pasal 24C Ayat (1) dan (2), Mahkamah Konstitusi diberikan empat kewenangan
dan satu kewajiban. Pada hari Jumat, tanggal 17 Februari 2012 Mahkamah
Konstitusi mengeluarkan Putusan nomor 46/PUU-VIII/2010 mengadili perkara
konstitusi pada tingkat pertama dan terakhir, menjatuhkan putusan dalam perkara
permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 dengan membuat ketentuan norma hukum baru. Putusan Mahkamah
Konstitusi mengabulkan uji materiil UU Perkawinan (UU No.1 Tahun 1974) yang
diajukan Hj. Aisyah Mochtar alias Machica binti H. Mochtar Ibrahim
meminta puteranya Muhammad Iqbal Ramadhan bin Moerdiono agar diakui
sebagai anak almarhum Moerdiono dari pernikahan sirri-nya.
Realitas hukum dalam bentuk Putusan MK nomor 46/PUU-VIII/2010.
Penyusun bermaksud meneliti apakah Mahkamah Konstitusi memiliki
kewenangan untuk membuat ketentuan norma hukum baru? Dan Bagaimana
konstruksi hukum yang dibangun oleh MK dalam membuat ketentuan norma
hukum baru pada Putusan No. 46/PUU.VIII/2010 Perihal Pengujian UU Nomor 1
Tahun 1974 Tentang Perkawinan?
Penelitian ini adalah Jenis kepustakaan (library research), penelitian
bersifat deskriptif analitik, pendekatan yang digunakan adalah pendekatan
Normatif-Yuridis dan pendekatan kasus (case approach). bahan-bahan hukum
yang terkumpul dianalisa secara mendalam dengan menggunakan metode induktif
dan deduktif.
Setelah adanya dua putusan MK yakni Putusan No. 48/PUU-IX/2011 dan
Putusan No. 49/PUU-IX/2011 tertanggal 18 Oktober 2011. Secara otomatis
pembatasan maupun pengawasan kepada MK digugurkan secara hukum, dalam
hukum acara Mahkamah Konstitusi terdapat asas Ius Curia Novit, pembentukan
Mahkamah Konstitusi betujuan untuk (i) menguji konstitusionalitas norma; (ii)
mengisi kekosongan hukum sebagai akibat putusan Mahkamah yang menyatakan
suatu norma bertentangan dengan UUD dan tidak mempunyai kekuatan hukum
mengikat. Sementara itu, proses pembentukan Undang-undang membutuhkan
waktu yang cukup lama, sehingga tidak dapat segera mengisi kekosongan hukum
tersebut; (iii) melaksanakan kewajiban hakim konstitusi untuk menggali,
mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam
masyarakat; Putusan hakim (yurisprudensi) merupakan salah satu sumber hukum
formil dan juga merupakan salah satu sumber ilmu hukum tata negara yang harus
dijunjung tinggi dan dipatuhi keberadaannya. Konstruksi hukum yang dibangun
oleh Mahkamah Konstitusi dalam membuat ketentuan norma hukum baru pada
Putusan No. 46/PUU-VIII/2010 Perihal Pengujian UU Nomor 1 Tahun 1974
Tentang Perkawinan adalah sebagaimana tertuang dalam Putusan nomor 46/PUUVIII/
2010 pada bagian pendapat/ pertimbangan Mahkamah dari point [3.11]
sampai point [3.15].
Collections
- Master of Law [1443]