KEDUDUKAN HUKUM PARA PIHAK DAN PENYELESAIAN KREDIT MACET INHIL REVOLVING FUND (IRF) ( Studi Kasus Pada Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Penanaman Modal Kabupaten Indragiri Hilir – Riau )
Abstract
Dalam memacu laju pertumbuhan ekonomi, Pemerintah Kabupaten
Indragiri Hilir pada tahun 2002 membuat program Pemberdayaan Ekonomi
Kerakyatan dalam bentuk bantuan Dana Bergulir yakni Inhil Revolving Fund
yang di salurkan kepada Pengusaha Industri Kecil dan Dagang Kecil. Tujuan
program Inhil Revolving Fund diarahkan dalam upaya meningkatkan
pertumbuhan usaha industri kecil dan dagang kecil. Dalam pelaksanannya
kedudukan para pihak terkait (kreditur dan debitur) belum bersinergi dengan baik
dan banyak terdapat pengembalian dana dari Debitur yang macet.
Dalam penelitian Tesis yang berjudul “ Kedudukan Hukum Para Pihak
Dan Penyelesaian Kredit Macet IRF ” (Studi Pada Dinas Perindustrian,
Perdagangan dan Penanaman Modal Kab. Indragiri Hilir – Riau) ini, penulis
mencoba untuk mengupas dan membahas masalah-masalah pokok dalam
berlangsungnya perjanjian kredit yaitu bagaimanakah kedudukan hukum para
pihak dan penyelesaian kredit macet Inhil Revolving Fund (IRF).
Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif, adapun titik berat
penelitian normatif ini tertuju pada sumber data sekunder yang diperoleh dari
bahan-bahan pustaka yaitu berupa bahan hukum primer, sekunder dan bahan
hukum tertier. Kemudian dianalisis secara deskriptif dengan menjelaskan sesuatu
yang di dapat dari teori dan hasil penelitian dengan pendekatan yuridis dan secara
realitis, yakni dengan melihat kenyataan yang sebenarnya di lapangan.
Berdasarkan hasil penelitian dan analisis perumusan masalah maka dapat
ditarik kesimpulan bahwa kedudukan hukum para pihak masih belum bersinergi
dengan baik dan tidak seimbang sehingga efektifitas pengembalian debitur tidak
berjalan sebagaimana mestinya dan kurang memahami perjanjian kredit pada
umumnya, hal ini disebabkan rendahnya kwalitas sumber daya manusia debitur
dalam mengelola keuangan serta rendahnya kemampuan manajemen dari Debitur.
Sebagaimana di jelaskan pada pasal l ayat ll UU No.10 tahun 1998 tentang
Perbankan yang antara lain adanya tagihan berdasarkan persetujuan atau
kesepakatan pinjam meminjam antara Bank dengan pihak lain, hal ini disebabkan
kelalaian Debitur dalam mematuhi perjanjian yang dijelaskan dalam akad kredit
dan dianggap cedera janji, yang menyebabkan terlambatnya pengembalian serta
pemerataan kesempatan pada pengusaha lainnya yang membutuhkan dan
mempunyai hak yang sama untuk menikmati fasilitas pinjaman dengan bunga
yang relatif murah / rendah. Untuk tercapainya program pengembalian kredit
perlu adanya kebijakan yang harus di pertimbangkan dengan cara melakukan
pembinaan terintegrasi antara pihak-pihak terkait secara simultan sesuai dengan
tugas dan fungsi dari masing-masing unit kerja.
Collections
- Master of Law [1445]