ANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 27/PUUVII/ 2009 TENTANG PENGUJIAN ATAS PROSEDUR PEMBENTUKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG MAHKAMAH AGUNG
Abstract
Suatu undang-undang tidak sah dengan dua macam alasan, yaitu alasan formil dan
alasan materiil. Dengan alasan formil suatu undang-undang tidak sah, apabila cara
pembentukannya bertentangan dengan apa yang ditentukan dalam UUD sehingga
undang-undang tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Dengan alasan
materiil suatu undang-undang tidak sah, apabila isi undang-undang itu bertentangan
dengan isi UUD sehingga terhadap materi muatan ayat, pasal, dan/atau bagian undangundang
tersebut yang bertentangan dengan UUD 1945 tidak mempunyai kekuatan
hukum mengikat. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas
Undang-Undang tentang Mahkamah Agung oleh sejumlah pihak diajukan permohonan
pengujian formil ke Mahkamah Konstitusi karena dianggap proses pembentukannya
melanggar ketentuan di dalam UUD 1945. Dalam putusannya Nomor 27/PUUVII/
2009, Mahkamah Konstitusi berkesimpulan bahwa terdapat cacat prosedural dalam
pembentukan Undang-Undang a quo, namun demi asas kemanfaatan hukum, Undang-
Undang a quo tetap berlaku. Sehingga amar putusannya menyatakan menolak
permohonan para Pemohon untuk seluruhnya. Permasalahan yang diteliti, Pertama, apa
yang menjadi dasar bagi para pemohon dalam mengajukan pengujian undang-undang
(judicial review) terhadap Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah
Agung? Kedua, apa dasar pertimbangan Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi
menyatakan bahwa terdapat cacat prosedural dalam pembentukan Undang-Undang
Nomor 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung tetapi menolak permohonan para
Pemohon? Penelitian ini merupakan penelitian normatif dengan pendekatan undangundang
(statute approach) dan pendekatan kasus (case approach) yaitu Putusan
Mahkamah Konstitusi Nomor 27/PUU-VII/2009. Penelitian ini menggunakan metode
analisis deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menyimpulkan; Pertama, alasan para
pemohon mengajukan pengujian undang-undang adalah karena proses pembuatan UU
betentangan dengan UUD 1945 yaitu: (i) rapat pengambilan keputusan dalam
pembentukan UU Nomor 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung tidak mencapai
kuorum karena jumlah anggota dewan yang hadir dalam rapat paripurna DPR tidak
memenuhi ketentuan Pasal 206 Peraturan Tatib DPR RI. (b) berdasarkan fakta-fakta
yang ditemukan Pemohon dalam berbagai publikasi yang dilakukan oleh beberapa
media massa menunjukkan bahwa penyusunan dan pembahasan RUU a quo tertutup
sehingga pembahasan undang-undang a quo melanggar prinsip keterbukaan, dan (c)
Pengambilan keputusan Ketua DPR tidak memenuhi syarat pengambilan keputusan
sebagaimana ditentukan dalam ketentuan Pasal 205 ayat (1) Peraturan Tata Tertib DPR
RI. Kedua, dalam putusannya, Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor
5 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang
Mahkamah Agung terbukti dalam proses pembentukannya bertentangan dengan UUD
1945, namun demi asas manfaat untuk tercapainya tujuan hukum, Mahkamah
berpendapat bahwa undang-undang yang dimohonkan pengujian tersebut tidak perlu
dinyatakan sebagai undang-undang yang tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Collections
- Master of Law [1445]