Show simple item record

dc.contributor.authorJAMALUDIN GHAFUR, 09912420
dc.date.accessioned2018-07-20T11:44:16Z
dc.date.available2018-07-20T11:44:16Z
dc.date.issued2011-05-05
dc.identifier.urihttps://dspace.uii.ac.id/handle/123456789/8890
dc.description.abstractSuatu undang-undang tidak sah dengan dua macam alasan, yaitu alasan formil dan alasan materiil. Dengan alasan formil suatu undang-undang tidak sah, apabila cara pembentukannya bertentangan dengan apa yang ditentukan dalam UUD sehingga undang-undang tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Dengan alasan materiil suatu undang-undang tidak sah, apabila isi undang-undang itu bertentangan dengan isi UUD sehingga terhadap materi muatan ayat, pasal, dan/atau bagian undangundang tersebut yang bertentangan dengan UUD 1945 tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang tentang Mahkamah Agung oleh sejumlah pihak diajukan permohonan pengujian formil ke Mahkamah Konstitusi karena dianggap proses pembentukannya melanggar ketentuan di dalam UUD 1945. Dalam putusannya Nomor 27/PUUVII/ 2009, Mahkamah Konstitusi berkesimpulan bahwa terdapat cacat prosedural dalam pembentukan Undang-Undang a quo, namun demi asas kemanfaatan hukum, Undang- Undang a quo tetap berlaku. Sehingga amar putusannya menyatakan menolak permohonan para Pemohon untuk seluruhnya. Permasalahan yang diteliti, Pertama, apa yang menjadi dasar bagi para pemohon dalam mengajukan pengujian undang-undang (judicial review) terhadap Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung? Kedua, apa dasar pertimbangan Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa terdapat cacat prosedural dalam pembentukan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung tetapi menolak permohonan para Pemohon? Penelitian ini merupakan penelitian normatif dengan pendekatan undangundang (statute approach) dan pendekatan kasus (case approach) yaitu Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 27/PUU-VII/2009. Penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menyimpulkan; Pertama, alasan para pemohon mengajukan pengujian undang-undang adalah karena proses pembuatan UU betentangan dengan UUD 1945 yaitu: (i) rapat pengambilan keputusan dalam pembentukan UU Nomor 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung tidak mencapai kuorum karena jumlah anggota dewan yang hadir dalam rapat paripurna DPR tidak memenuhi ketentuan Pasal 206 Peraturan Tatib DPR RI. (b) berdasarkan fakta-fakta yang ditemukan Pemohon dalam berbagai publikasi yang dilakukan oleh beberapa media massa menunjukkan bahwa penyusunan dan pembahasan RUU a quo tertutup sehingga pembahasan undang-undang a quo melanggar prinsip keterbukaan, dan (c) Pengambilan keputusan Ketua DPR tidak memenuhi syarat pengambilan keputusan sebagaimana ditentukan dalam ketentuan Pasal 205 ayat (1) Peraturan Tata Tertib DPR RI. Kedua, dalam putusannya, Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung terbukti dalam proses pembentukannya bertentangan dengan UUD 1945, namun demi asas manfaat untuk tercapainya tujuan hukum, Mahkamah berpendapat bahwa undang-undang yang dimohonkan pengujian tersebut tidak perlu dinyatakan sebagai undang-undang yang tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.en_US
dc.publisherUNIVERSITAS ISLAM INDONESIAen_US
dc.titleANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 27/PUUVII/ 2009 TENTANG PENGUJIAN ATAS PROSEDUR PEMBENTUKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG MAHKAMAH AGUNGen_US
dc.typeThesisen_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record