KEBIJAKAN HUKUM PIDANA DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KORUPSI GRATIFIKASI MELALUI SISTEM PEMBUKTIAN TERBALIK
Abstract
Dalam upaya pemberantasan korupsi , penerimaan dan pemberian gratifikasi adalah
salah satu perbuatan yang sulit dipidana, baik dari segi regulasi, maupun kultur masyarakat
Indonesia sementara pemberantasannya masih sangat lamban, padahal korupsi di Indonesia
telah dianggap merugikan hak sosial dan ekonomi masyarakat Indonesia sehigga merupakan
kejahatan luar biasa (extra-ordinary crime). Oleh karena itu, salah satu bentuk
penanggulangan yang bersifat luar biasa (extra-ordinary enforcement) dan tindakantindakan
luar biasa (extra-ordinary measures). Salah satu tindakan tesebut adalah dengan
melakukan pergeseran komprehensif terhadap sistem pembuktian yang ada. Dengan
penerapan pembalikan beban pembuktian terhadap korupsi gratifikasi di atur dalam pasal
12 B jo. Pasal 12 C Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. Undang-Undang Nomor 31
Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pasal ini secara khusus
mengatur pemberian gratifikasi yang berhubungan dengan jabatannya oleh pegawai publik.
Rumusan permasalahan dalam penelitian ini adalah apa sesungguhnya politik
Hukum Pidana yang melatarbelakagi dicantumkan ketentuan sistem pembuktian terbalik
dalam penanganan tindak pidana korupsi grafikasi, bagaimana praktek penegakan hukum
tentang penanganan tindak pidana korupsi melalui sistem penerapan pembuktian terbalik,
dan bagaimana pengaturan sistem pembuktian terbalik yang dapat menunjang efektifitas
pemberantasan tindak pidana korupsi di masa mendatang. Jenis penelitian ini adalah.
mengunakan pendekatan yuridis empiris atau yuridis sosiologis. Dalam pendekatan yuridis
sosiologis, hukum sebagai law in action, dideskripsikan sebagai gejala sosioal yang emperes.
Dengan demikian hukum tidak sekedar di berikan arti sebagai jalinan nilai nilai, keputusan
pejabat, jalinan kaidah dan norma, hukum positif tertulis, tetapi juga dapat di berikan makna
sebagai sistem ajaran tentang kenyataan, serta melihat realita yang terjadi di masyarakat.
Hasil penelitian menyimpulkan pertama, bahwa latar belakang politik hukum pidana
mencantumkan ketentuan sistem pembuktian terbalik dalam penanganan tindak pidana
korupsi gratifikasi pada awalnya dilatarbelakangi dari problem penegakan hukum dalam
kasus korupsi gratifikasi. Salah satu upaya mengatasi kesulitan tersebut adalah dengan
memformulasikan ulang pemenuhan beban pembuktian dalam proses peradilan yang
dilakukan aparat penegak hukum, yakni dengan mengenalkan sistem beban pembuktian
terbalik. Kedua, praktek penegakan hukum tentang penanganan tindak pidana korupsi
melalui sistem penerapan pembuktian terbalik secara empirik sering menghadapi banyak
kendala, terutama dalam dalam hal substansi pengertian gratifikasi, pelaporan gratifikasi
kepada Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sanksi pidana, dan kualifikasi
pemberi dan penerima gratifikasi, sehingga optimlisasi penerapan dan penegakan hukum
dengan tujuan yang hendak di capai, yaitu kepastian dan keadilan
Collections
- Master of Law [1445]