PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KORBAN PERDAGANGAN MANUSIA KHUSUSNYA PEREMPUAN DAN ANAK
Abstract
Masalah perdagangan manusia telah terjadi sejak abad ke empat
di Tirnur Tengah dan berkernbang terus pada abad ke delapan belas di
kawasan Amerika Serikat yang didasarkan pada perbedaan ras atau
warna kulit. Pada rnasa sekarang, perkernbangan perdagangan orang
beralih pada jenis manusia yang lemah yakni perempuan dan anak.
Perdagangan perempuan darl anak rnerupakan salah satu bentuk
perlakuan terbuwk dari tindak kekerasan yang dialami perempuan dan
anak dan terrnasuk tindak kejahatarl dan pelanggaran hak asasi rnanusia.
Asia Tenggara sendiri telah lama menjadi kawasan yang rawan
terhadap perdagangan perernpuan dan anak, khususnya negara-negara
di kawasan lembah sungai Mekong, yang terkenal sejak lama menjadi
pusat perdagangan rnanusia khususnya perernpuan dan anak ke berbagsri
negara di dunia. Beberapa negara di kawasan Asia Tenggara juga
rnerupakar~ ternpat asal bagi perdagangan dan penyelundupan tenaga
kerja ilegal, baik di kawasan Asia ~eh~~maarupau n ke negara-negara
Tirnur Tengah. Indonesia sendiri terrnasuk salah satu negara yang rawan
terhadap perdagangan perempuan dan anak, baik ditinjau dari negara
asal maupun daerah transit bagi perdagangan perempuan dan anak.
Beberapa daerah di Indonesia diperkirakan pula telah menjadi sasaran
kegiatan sindikat kejahatan lintas negara yang mengorganisir
perdagangan dan penyelundupan perempuan dan anak.
Ketentuan mengenai larangan perdagangan perempuan dan anak
pada dasamya telah diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(KUHP). Pasal 297 KUHP yang mengatur larangan perdagangan
perempuan dan anak laki-laki dibawah umur merupakan kualifikasi
kejahatan karena tindakan tersebut tidak manusiawi dan layak
mendapatkan sanksi pidana. Namun ketentuan Pasal297 tersebut, pada
saat ini, tidak dapat diterapkan secara lintas negara sebagai kejahatan
intemasional atau transnasional. Dernikian pula terhadap Pasal324 KUHP
yang substansinya tidak memadai lagi. Selain KUHP peraturan
pemndang-undangan nasional di luar KUHP juga memuat ketentuan
perlindungan hukum terhadap korban perdagangan perempuan dan anak.
Akan tetapi perundang-undangan nasional di luar KUHP tersebut juga
terdapat kelemahan yaitu kurangnya perlindungan terhadap korban
khususnya menyangkut kemanan terhadap korban dan ganti kerugian.
Pada dasarnya tindak pidana perdagangan perempuan dan anak,
selain sifatnya sebagai kejahatan intemasional atau transnasional dan
dilaksanakan secara terorganisasi, juga bersifat sangat merugikan dan
membahayakan masyarakat, bangsa, dan negara sehingga perlu
ketentuan hukum materiel dan hukum formil yang berbeda seperti adanya
ketentuan ancarnan pidana yang berat bagi pelaku dan perlindungan
terhadap korban dan saksi perdagangan perempuan dan anak.
Di negara kita sampai saat ini belum ada undang-undang yang
secara khusus mengatur perlindungan korban dan saksi seperti di
Amerika Serikat. Yang baru ada adalah perlindungan korban dan saksi
dalam perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat sebagaimana
diatur dalam Pasal 34 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000. Jaminan
perlindungan itu baru dalam bentuk perlindungan fisik dan mental dari
ancaman, gangguan, teror, dan tindak kekerasan dari pihak manapun.
Collections
- Master of Law [1445]