Show simple item record

dc.contributor.authorYANNY TUHARYATI, 03M0010
dc.date.accessioned2018-07-16T12:33:41Z
dc.date.available2018-07-16T12:33:41Z
dc.date.issued2005-02-14
dc.identifier.urihttps://dspace.uii.ac.id/handle/123456789/8793
dc.description.abstractMasalah perdagangan manusia telah terjadi sejak abad ke empat di Tirnur Tengah dan berkernbang terus pada abad ke delapan belas di kawasan Amerika Serikat yang didasarkan pada perbedaan ras atau warna kulit. Pada rnasa sekarang, perkernbangan perdagangan orang beralih pada jenis manusia yang lemah yakni perempuan dan anak. Perdagangan perempuan darl anak rnerupakan salah satu bentuk perlakuan terbuwk dari tindak kekerasan yang dialami perempuan dan anak dan terrnasuk tindak kejahatarl dan pelanggaran hak asasi rnanusia. Asia Tenggara sendiri telah lama menjadi kawasan yang rawan terhadap perdagangan perernpuan dan anak, khususnya negara-negara di kawasan lembah sungai Mekong, yang terkenal sejak lama menjadi pusat perdagangan rnanusia khususnya perernpuan dan anak ke berbagsri negara di dunia. Beberapa negara di kawasan Asia Tenggara juga rnerupakar~ ternpat asal bagi perdagangan dan penyelundupan tenaga kerja ilegal, baik di kawasan Asia ~eh~~maarupau n ke negara-negara Tirnur Tengah. Indonesia sendiri terrnasuk salah satu negara yang rawan terhadap perdagangan perempuan dan anak, baik ditinjau dari negara asal maupun daerah transit bagi perdagangan perempuan dan anak. Beberapa daerah di Indonesia diperkirakan pula telah menjadi sasaran kegiatan sindikat kejahatan lintas negara yang mengorganisir perdagangan dan penyelundupan perempuan dan anak. Ketentuan mengenai larangan perdagangan perempuan dan anak pada dasamya telah diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Pasal 297 KUHP yang mengatur larangan perdagangan perempuan dan anak laki-laki dibawah umur merupakan kualifikasi kejahatan karena tindakan tersebut tidak manusiawi dan layak mendapatkan sanksi pidana. Namun ketentuan Pasal297 tersebut, pada saat ini, tidak dapat diterapkan secara lintas negara sebagai kejahatan intemasional atau transnasional. Dernikian pula terhadap Pasal324 KUHP yang substansinya tidak memadai lagi. Selain KUHP peraturan pemndang-undangan nasional di luar KUHP juga memuat ketentuan perlindungan hukum terhadap korban perdagangan perempuan dan anak. Akan tetapi perundang-undangan nasional di luar KUHP tersebut juga terdapat kelemahan yaitu kurangnya perlindungan terhadap korban khususnya menyangkut kemanan terhadap korban dan ganti kerugian. Pada dasarnya tindak pidana perdagangan perempuan dan anak, selain sifatnya sebagai kejahatan intemasional atau transnasional dan dilaksanakan secara terorganisasi, juga bersifat sangat merugikan dan membahayakan masyarakat, bangsa, dan negara sehingga perlu ketentuan hukum materiel dan hukum formil yang berbeda seperti adanya ketentuan ancarnan pidana yang berat bagi pelaku dan perlindungan terhadap korban dan saksi perdagangan perempuan dan anak. Di negara kita sampai saat ini belum ada undang-undang yang secara khusus mengatur perlindungan korban dan saksi seperti di Amerika Serikat. Yang baru ada adalah perlindungan korban dan saksi dalam perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat sebagaimana diatur dalam Pasal 34 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000. Jaminan perlindungan itu baru dalam bentuk perlindungan fisik dan mental dari ancaman, gangguan, teror, dan tindak kekerasan dari pihak manapun.en_US
dc.publisherUniversitas Islam Indonesiaen_US
dc.titlePERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KORBAN PERDAGANGAN MANUSIA KHUSUSNYA PEREMPUAN DAN ANAKen_US
dc.typeThesisen_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record