REKONSTRUKSI KELEMBAGAAN DAN KEWENANGAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA
Abstract
Pasca dilakukannya perubahan terhadap UUD 1945, terjadi dekonstruksi
terhadap kelembagaan dan kewenangan MPR dalam sistem ketatanegaraan
Indonesia. Sebelumnya, MPR diposisikan sebagai Lembaga Tertinggi Negara
pelaksana tunggal kedaulatan rakyat, namun setelah dilakukannya perubahan
terhadap UUD 1945, MPR tidak lagi diposisikan sebagai Lembaga Tertinggi
Negara pelaksana tunggal kedaulatan rakyat. Dari satu perspektif, dekonstruksi
tersebut memberikan dampak positif terhadap sistem ketatanegaraan Indonesia.
Namun dalam perspektif yang lain (seiring berjalannya dinamika ketatanegaraan
Indonesia), dekonstruksi tersebut justru menimbulkan berbagai permasalahan
baru. Hal ini kemudian membuat penulis tertarik untuk melakukan penulisan
hukum dengan judul “Rekonstruksi Kelembagaan dan Kewenangan MPR dalam
Sistem Ketatanegaraan Indonesia” dengan tiga fokus permasalahan yaitu:
pertama, bagaimana kelembagaan MPR dalam sistem ketatanegaraan Indonesia
dari waktu ke waktu?; kedua, mengapa perlu dilakukan rekonstruksi terhadap
kelembagaan dan kewenangan MPR?; dan ketiga bagaimana ius constituendum
kelembagaan dan kewenangan MPR dalam sistem ketatanegaraan Indonesia?
Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif dengan sumber data sekunder
yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Metode pengumpulan
data menggunakan teknik studi dokumen dan analisis data dengan sistem
dekriptif-kualitatif. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan historis dan
pendekatan konsep. Hasil dari penulisan hukum ini diantaranya: pertama,
perjalanan kelembagaan dan kewenangan MPR dalam sistem ketatanegaraan
dapat dibagi kedalam 6 periodesasi dan dari 6 periode tersebut, kelembagaan dan
kewenangan MPR belum pernah menjelma menjadi kelembagaan sebagaimana
yang dicita-citakan oleh faunding fathers ketika awal pembentukannya; kedua,
urgensi dilakukannya rekonstruksi terhadap kelembagaan dan kewenangan MPR
dapat terlihat baik secara filosofis, historis maupun sosiologis-politis: dan ketiga,
berkenaan dengan ius constituendum kelembagaan MPR, kedepan MPR perlu
diposisikan sebagai Lembaga Negara dengan kewenangan tertinggi.
Keanggotannya pun akan kembali diramaikan dengan kehadiran utusan golongan.
Sementara berkenaan dengan ius constituendum kewenangan MPR, terdapat 2
(dua) kewenangan tambahan yang melekat pada MPR disamping kewenangan
yang telah ada saat ini, yakni kewenangan dalam membuat dan menetapkan
GBHN bersama-sama dengan Presiden dan pimpinan lembaga negara, serta
menyelesaikan konflik yang terjadi antar lembaga negara, antar lembaga negara
dan komisi egara atau antar komisi negara.
Collections
- Master of Law [1443]