Show simple item record

dc.contributor.authorHARRY SETYA NUGRAHA, 15912079
dc.date.accessioned2018-07-16T12:19:38Z
dc.date.available2018-07-16T12:19:38Z
dc.date.issued2017-02-18
dc.identifier.urihttps://dspace.uii.ac.id/handle/123456789/8773
dc.description.abstractPasca dilakukannya perubahan terhadap UUD 1945, terjadi dekonstruksi terhadap kelembagaan dan kewenangan MPR dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. Sebelumnya, MPR diposisikan sebagai Lembaga Tertinggi Negara pelaksana tunggal kedaulatan rakyat, namun setelah dilakukannya perubahan terhadap UUD 1945, MPR tidak lagi diposisikan sebagai Lembaga Tertinggi Negara pelaksana tunggal kedaulatan rakyat. Dari satu perspektif, dekonstruksi tersebut memberikan dampak positif terhadap sistem ketatanegaraan Indonesia. Namun dalam perspektif yang lain (seiring berjalannya dinamika ketatanegaraan Indonesia), dekonstruksi tersebut justru menimbulkan berbagai permasalahan baru. Hal ini kemudian membuat penulis tertarik untuk melakukan penulisan hukum dengan judul “Rekonstruksi Kelembagaan dan Kewenangan MPR dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia” dengan tiga fokus permasalahan yaitu: pertama, bagaimana kelembagaan MPR dalam sistem ketatanegaraan Indonesia dari waktu ke waktu?; kedua, mengapa perlu dilakukan rekonstruksi terhadap kelembagaan dan kewenangan MPR?; dan ketiga bagaimana ius constituendum kelembagaan dan kewenangan MPR dalam sistem ketatanegaraan Indonesia? Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif dengan sumber data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Metode pengumpulan data menggunakan teknik studi dokumen dan analisis data dengan sistem dekriptif-kualitatif. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan historis dan pendekatan konsep. Hasil dari penulisan hukum ini diantaranya: pertama, perjalanan kelembagaan dan kewenangan MPR dalam sistem ketatanegaraan dapat dibagi kedalam 6 periodesasi dan dari 6 periode tersebut, kelembagaan dan kewenangan MPR belum pernah menjelma menjadi kelembagaan sebagaimana yang dicita-citakan oleh faunding fathers ketika awal pembentukannya; kedua, urgensi dilakukannya rekonstruksi terhadap kelembagaan dan kewenangan MPR dapat terlihat baik secara filosofis, historis maupun sosiologis-politis: dan ketiga, berkenaan dengan ius constituendum kelembagaan MPR, kedepan MPR perlu diposisikan sebagai Lembaga Negara dengan kewenangan tertinggi. Keanggotannya pun akan kembali diramaikan dengan kehadiran utusan golongan. Sementara berkenaan dengan ius constituendum kewenangan MPR, terdapat 2 (dua) kewenangan tambahan yang melekat pada MPR disamping kewenangan yang telah ada saat ini, yakni kewenangan dalam membuat dan menetapkan GBHN bersama-sama dengan Presiden dan pimpinan lembaga negara, serta menyelesaikan konflik yang terjadi antar lembaga negara, antar lembaga negara dan komisi egara atau antar komisi negara.en_US
dc.publisherUNIVERSITAS ISLAM INDONESIAen_US
dc.subjectRekonstruksien_US
dc.subjectKelembagaanen_US
dc.subjectKewenanganen_US
dc.subjectMPRen_US
dc.titleREKONSTRUKSI KELEMBAGAAN DAN KEWENANGAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIAen_US
dc.typeThesisen_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record