URGENSI SISTEM PEMBUKTIAN TERBALIK DALAM PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI INDONESIA
Abstract
Sistem pembuktian terbalik merupakan sistem pembuktian yang
dipergunakan bagi negara-negara Anglo-Saxon dan bertujuan untuk
mempermudah pembuktian dalam istilah mereka “certain cases” atau
kasus-kasus tertentu atau khusus sifatnya. Jika pembuktian terbalik
dilaksanakan secara benar, maka dapat lebih mempercepat atau
mengoptimalkan pemberantasan korupsi.
Berdasarkan pemahaman ini, maka penulisan tesis ini merumuskan
tiga rumusan masalah, yakni; Pertama, apakah dasar pembenaran penggunaan
sistem pembuktian terbalik dalam tindak pidana korupsi ? Kedua, apakah
ruang lingkup pembuktian terbalik dalam kasus tindak pidana korupsi ?
Ketiga, apakah sistem pembuktian terbalik terbatas bisa menjadi solusi dalam
pemberantasan tindak pidana korupsi ?
Dari hasil penelitian masalah ada tiga hal pokok yang dapat
disimpulkan. Pertama, Dasar pembenaran penggunaan sistem pembuktian
terbalik dalam tindak pidana korupsi karena korupsi merupakan perkara yang
sulit proses pembuktiannya. Korupsi di samping itu khususnya tindak pidana
suap sudah mengakar dalam masyarakat dan merusak kehidupan berbangsa.
Kedua, Ruang lingkup pembuktian terbalik dalam kasus tindak pidana
korupsi hanya berlaku dan diterapkan pada 2 (dua) objek pembuktian, ialah:
menerima gratifikasi yang nilainya Rp 10 juta atau lebih (Pasal 12B ayat 1 jo
37 ayat 2 jo 38A), dan perampasan harta benda terdakwa yang belum
didakwakan (Pasal 38B jo 37). Pembuktian terbalik ini begitu patut
dipergunakan pada proses penyidikan agar tidak terjadi pelanggaran HAM,
kewajiban terdakwa membuktikan terbalik (sebaliknya), bukan terhadap
tindak pidana (unsur-unsurnya) yang didakwakan, melainkan untuk dapat
menjatuhkan pidana perampasan barang. Dalam hal terdakwa tidak berhasil
membuktikan harta bendanya tersebut sebagai harta benda yang halal. Atau
sebaliknya untuk tidak menjatuhkan pidana perampasan barang dalam hal
terdakwa berhasil membuktikan harta bendanya sebagai harta benda yang
halal.
Ketiga, Sistem pembuktian terbalik terbatas bisa menjadi solusi dalam
pemberantasan tindak pidana korupsi terutama dalam kasus suap karena suap
merupakan perbuatan korupsi yang memiliki tingkat indikasi yang sangat
tinggi di Indonesia.
Saran penulis, Pertama, Pembuktian terbalik segera diterapkan
dikarenakan semakin maraknya marfia peradilan di Indonesia. Kedua, Agar
pemberlakuan asas pembuktian terbalik di Indonesia berjalan baik sebaiknya
segera merevisi KUHAP.
Collections
- Master of Law [1445]