Show simple item record

dc.contributor.authorHALDUN, 05912200
dc.date.accessioned2018-07-16T12:18:40Z
dc.date.available2018-07-16T12:18:40Z
dc.date.issued2008-08-08
dc.identifier.urihttps://dspace.uii.ac.id/handle/123456789/8769
dc.description.abstractSistem pembuktian terbalik merupakan sistem pembuktian yang dipergunakan bagi negara-negara Anglo-Saxon dan bertujuan untuk mempermudah pembuktian dalam istilah mereka “certain cases” atau kasus-kasus tertentu atau khusus sifatnya. Jika pembuktian terbalik dilaksanakan secara benar, maka dapat lebih mempercepat atau mengoptimalkan pemberantasan korupsi. Berdasarkan pemahaman ini, maka penulisan tesis ini merumuskan tiga rumusan masalah, yakni; Pertama, apakah dasar pembenaran penggunaan sistem pembuktian terbalik dalam tindak pidana korupsi ? Kedua, apakah ruang lingkup pembuktian terbalik dalam kasus tindak pidana korupsi ? Ketiga, apakah sistem pembuktian terbalik terbatas bisa menjadi solusi dalam pemberantasan tindak pidana korupsi ? Dari hasil penelitian masalah ada tiga hal pokok yang dapat disimpulkan. Pertama, Dasar pembenaran penggunaan sistem pembuktian terbalik dalam tindak pidana korupsi karena korupsi merupakan perkara yang sulit proses pembuktiannya. Korupsi di samping itu khususnya tindak pidana suap sudah mengakar dalam masyarakat dan merusak kehidupan berbangsa. Kedua, Ruang lingkup pembuktian terbalik dalam kasus tindak pidana korupsi hanya berlaku dan diterapkan pada 2 (dua) objek pembuktian, ialah: menerima gratifikasi yang nilainya Rp 10 juta atau lebih (Pasal 12B ayat 1 jo 37 ayat 2 jo 38A), dan perampasan harta benda terdakwa yang belum didakwakan (Pasal 38B jo 37). Pembuktian terbalik ini begitu patut dipergunakan pada proses penyidikan agar tidak terjadi pelanggaran HAM, kewajiban terdakwa membuktikan terbalik (sebaliknya), bukan terhadap tindak pidana (unsur-unsurnya) yang didakwakan, melainkan untuk dapat menjatuhkan pidana perampasan barang. Dalam hal terdakwa tidak berhasil membuktikan harta bendanya tersebut sebagai harta benda yang halal. Atau sebaliknya untuk tidak menjatuhkan pidana perampasan barang dalam hal terdakwa berhasil membuktikan harta bendanya sebagai harta benda yang halal. Ketiga, Sistem pembuktian terbalik terbatas bisa menjadi solusi dalam pemberantasan tindak pidana korupsi terutama dalam kasus suap karena suap merupakan perbuatan korupsi yang memiliki tingkat indikasi yang sangat tinggi di Indonesia. Saran penulis, Pertama, Pembuktian terbalik segera diterapkan dikarenakan semakin maraknya marfia peradilan di Indonesia. Kedua, Agar pemberlakuan asas pembuktian terbalik di Indonesia berjalan baik sebaiknya segera merevisi KUHAP.en_US
dc.publisherUNIVERSITAS ISLAM INDONESIAen_US
dc.subjectUrgensi Sistem Pembuktian Terbaliken_US
dc.subjectPemberantasan Tindak Pidana Korupsien_US
dc.titleURGENSI SISTEM PEMBUKTIAN TERBALIK DALAM PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI INDONESIAen_US
dc.typeThesisen_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record