PENGAWASAN KOMISI YUDISIAL TERHADAP PELAKSANAAN KEKUASAAN KEHAKIMAN (Studi Tentang Urgensi Pengawasan Hakim Mahkamah Konstitusi Oleh Komisi Yudisial Pasca Dibatalkannya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2014)
Abstract
Di Indonesia pengawasan eksternal terhadap pelaksanaan kekuasaan
kehakiman dilakukan oleh sebuah lembaga independen bernama KomisiYudisial.
Namun dalam perkembangannya kewenangan lembaga ini telah diamputasi oleh
Mahkamah Konstitusi melalui putusannya Nomor 005/PUU-IV/2006. Dalam salah
satu poin putusannya adalah bahwa pengawasan Komisi Yudisial terhadap hakim
Mahkamah Konstitusi dibatalkan. Dampaknya pada Oktober 2013, terjadi kasus
suap yang dilakukan oleh Ketua Mahkamah Konstitusi. Oleh karena itu muncul
kembali gagasan untuk mengembalikan kewenagan Komisi Yudisial dalam
mengawasi hakim Mahkamah Konstitusi melalui Perppu Nomor 1 Tahun 2013
yang telah disahkan menjadi Undang-undang Nomor 4 Tahun 2014, namun
undang-undang tersebut hanya bertahan dua bulan karena telah dibatalkan kembali
oleh Mahkamah Konstitusi. Penelitian ini akan membahas tentang pertama, apa
urgensi pengawasan terhadap pelaksanaan kekuasaan kehakiman, kedua, mengapa
pengawasan Komisi Yudisial terhadap hakim Mahkamah Konstitusi dibatalkan, dan
ketiga, bagaimana urgensi pengawasan hakim Mahkamah Konstitusi oleh Komisi
Yudisial pasca dibatalkannya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2014.
Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum normatif yang akan meneliti
secara kritis tentang urgensi pengawasan hakim Mahkamah Konstitusi oleh Komisi
Yudisial pasca dibatalkannya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2014 oleh
Mahkmah Konstitusi ditinjau dari teori-teori hukum, asas-asas hukum, sistematika
hukum serta sejarah hukum.
Hasil penelitian ini adalah: Pertama, pengawasan merupakan suatu hal yang
urgen dalam pelaksanaan kekuasaan kehakiman di Indonesia yang sedang
menglami krisis kepercayaan publik, hal yang sangat mendasar dari urgensi
pengawasan terhadap pelaksanaan kekuasaan kehakiman adalah untuk menjaga dan
membatasi independensi kekuasaan kehakiman itu sendiri, agar tidak menjadi suatu
tirani kekuasaan kehakiman, karena pengawasan tiada lain untuk melakukan
pengendalian yang bertujua nmencegah absolutism kekuasaan, kesewenangwenangan
dan penyalahgunaa nwewenang. Kedua,alasan dari dibatalkannya
wewenang pengawasan Komisi Yudisial adalah karena Perumusan Pasal 13 huruf
b juncto Pasal 20 Undang-Undang Komisi Yudisial mengenai wewenang lain
sebagai penjabaran dari Pasal 24B ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945
menggunakan rumusan kalimat yang berbeda, Undang-Undang Komisi Yudisial
terbukti tidak rinci mengatur mengenai prosedur pengawasan, Konsepsi
pengawasan yang terkandung dalam Undang-Undang Komisi Yudisial didasarkan
atas paradigm konseptual yang tidak tepat. Ketiga, menjadi sangat urgen bagi
hakim Mahkamah Kosntitusi untuk mendapatkan pengawasan kembali oleh
Komisi Yudisial, hal itu untuk mencegah terjadinya kembali penyalahgunaan
kewenangan, karena mekanisme pengawasan hakim yang ideal menurut Undang-
Undang Dasar 1945 harus melibatkan lembaga independen diluar lembaga itu
sendiri, dan KomisiYudisial adalah lembaga yang mendapat amanat dari UUD
1945 untuk melakuka npengawasan secara independen terhadap pelaksannaan
kekuasaan kehakiman, sehingga menjadi paling tepat bahwa pengawasan
eksternal terhadap hakim Mahkamah Konstitusi dilakukan oleh Komisi Yudisial.
Collections
- Master of Law [1445]