PENGATURAN PENGUJIAN PERATURAN PERUNDANGUNDANGAN PASCA PERUBAHAN UUD 1945
Abstract
Penelitian ini berjudul Pengaturan Pengujian Peraturan Perundangundangan
Pasca Perubahan Undang-Undang Dasar 1945. Penelitian ini
dilatarbelakangi oleh adanya aturan uji materiil Pasca Perubahan undang-Undang
Dasar 1945 dimana adanya Perubahan Undang-Undang Dasar tersebut menempatkan
Mahkamah Konstitusi merupakan salah satu pelaku kekuasaan kehakiman disamping
Mahkamah Agung. Dalam pengujian peraturan perundang-undangan, Mahkamah
Agung diberi amanat oleh konstitusi Pasal 24A UUD 1945, menguji peraturan
perundang-undangan dibawah undang-undang terhadap undang-undang, sedangkan
Mahkamah Konstitusi sesuai dengan Pasal 24C mempunyai wewenang menguji suatu
undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar. Dalam perjalannya praktek
pengujian suatu perundang-undangan Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi
ini menimbulkan persoalan, karena keduanya memang berbeda. Misalnya putusan
yang dikeluarkan oleh Mahkamah Konstitusi atas pengujian undang-undang No 10
Tahun 2008 tentang UU Pemilu dan putusan yang dikeluarkan oleh Mahkamah
Agung atas putusan Peraturan KPU. Selain itu masalah jangka waktu penyelesaian
perkara di Mahkamah Agung yang tidak diatur secara rinci dapat menimbulkan
ketidakpastisn bagi pencari keadilan.
Permasalahan yang ingin dijawab dengan penelitian ini adalah, Bagaimana
pengaturan pengujian peraturan perundang-undangan Pasca Perubahan UUD 1945?.
Bagaimana praktek judicial review di Indonesia Pasca Perubahan UUD 1945?
Mengapa judicial review di Indonesia harus diatur dalam satu atap (Mahkamah
Konstitusi)?
Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan yuridis normatif mengingat
bahwa yang akan diungkap adalah persoalan normatif dan kajian atas perundangundangan
di Indonesia. Penggalian data dilakukan dengan studi kepustakaan dan
dokumentasi. Sedangkan analisis data dilakukan secara deskriptif kualitatif.
Hasil penelitian ini menunjukkan adanya Perubahan Undang-Undang Dasar
1945 Mahkamah Konstitusi merupakan bagian dari pelaku kekuasaan kehakiman,
sehingga sesuai dengan konstitusi Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi
sama-sama melakukan wewenangnya sebagai pelaku kekuasaan kehakiman yaitu
dalam hal pengujian suatu peraturan perundang-undangan dibawah undang-undang
terhadap undang-undang menjadi kewenangan Mahkamah Agung sedangkan
pengujian undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar menjadi kewenangan
Mahkamah Agung. Berdasarkan penelitian dilapangan praktek judicial review yang
dilakukan oleh Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi dapat menimbulkan
disharmoni peraturan perundang-undangan seperti pada kasus pengujian undangundang
No 10 Tahun 2008 tentang Pemilu ke Mahkamah Konstitusi dan Peraturan
KPU ke Mahkamah Agung, dimana putusannya berbeda, sehingga muncul gagasan
pelaksanaan kewenangan judicial review suatu peraturan perundang-undangan
disentralkan (dipusatkan) ke Mahkamah Konstitusi sehingga Mahkamah Agung fokus
mengadili perkara tingkat kasasi.
Collections
- Master of Law [1447]