PROBLEMATIKA KEWENANGAN DALAM LEMBAGA ADMINISTRASI PERWAKAFAN DI INDONESIA (Studi Kedudukan Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf dan Implikasi terhadap Keberlangsungan Aset Wakaf)
Abstract
Disertasi ini dilatarbelakangi oleh adanya dua lembaga, yaitu
Kepala Kantor Urusan Agama (KUA) dan notaris selaku Pejabat
Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW) yang mempunyai kewenangan
dalam pembuatan akta ikrar wakaf. Terhadap dua lembaga tersebut,
baik pelantikan, pengangkatan, maupun pemberhentiannya
dilakukan oleh lembaga kementerian yang berbeda, tetapi mempunyai
kewenangan yang sama dalam adminstrasi perwakafan. Permasalahan
yang dirumuskan adalah (1) Apa permasalahan hukum yang muncul
dari adanya kewenangan administrasi wakaf pada Kantor Urusan
Agama (KUA) dan notaris selaku Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf
(PPAIW)? (2) Bagaimana reformulasi kelembagaan yang harus
dilakukan untuk mendukung tertibnya administrasi perwakafan dan
keberlangsungan aset wakaf?
Untuk menjawab dua permasalahan tersebut, metode yang
digunakan dalam penelitian disertasi ini adalah menggunakan
penelitian hukum normatif dengan pendekatan kualitatif yang
berbentuk perspektif. Data-data yang dijadikan sebagai objek
penelitian adalah data yang dimulai dari kajian pustaka sebagai dasar.
Data kualitatif ini didasarkan pada isi atau mutu suatu fakta yang
berbentuk undang-undang, kemudian data tersebut juga dibantu
dengan buku, jurnal, koran, atau dokumen lainnya.
Hasil penelitian yang diperoleh dari penelitian ini. Pertama,
penelitian ini menemukan bahwa kelembagaan administrasi wakaf,
dalam hal ini notaris dan Kepala Kantor Urusan Agama (KUA) selaku
Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW), untuk notaris dalam
hal pelantikan, pengangkatan, dan pemberhentiannya dilakukan
oleh Kementerian Hukum dan HAM. Sementara itu, untuk menjadi
Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf harus melalui ujian teknis yang
diselenggarakan oleh Kementerian Agama. Sementara itu, KUA selaku
Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf, tidak melalui proses pelantikan,
pangangkatan, dan pemberhentian dilakukan oleh Kementerian
Agama akan tetapi Kantor Urusan Agama ex Officio selaku Pejabat
Pembuat Akta Ikar Wakaf secara otomatis menjadi PPAIW, dan
apabila tidak menjabat lagi sebagai Kepala Kantor Urusan Agama
maka secara otomatis jabatannya selaku PPAIW juga hilang dengan
sendirinya. Kedua, reformulasi lembaga administrasi wakaf ke depan,
baik mengenai pelantikan, pengangkatan, dan pembinaan terhadap
Kantor Urusan Agama dan notaris selaku Pejabat Pembuat Akta
Ikrar Wakaf (PPAIW) harus dilakukan oleh satu instansi. Dalam hal
ini adalah Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan
Nasional yang membidangi dan menangani masalah pendaftaran
tanah dan penerbitan sertifikat sehingga tujuan utama yang ingin
dicapai dari adanya pengaturan dan penertiban sedemikian rupa
terhadap persoalan kelembagaan administrasi wakaf tetap terjaga
eksistensi dan keberadaan tanah wakaf secara langgeng, sebagai harta
abadi dan sosial yang terlepas dari segala kegiatan transaksi yang
bersifat pengalihan hak.
Collections
- Doctor of Law [109]