Show simple item record

dc.contributor.authorNURHAYATI, SITI
dc.date.accessioned2024-03-19T09:08:19Z
dc.date.available2024-03-19T09:08:19Z
dc.date.issued2020-06-24
dc.identifier.urihttp://hdl.handle.net/123456789/48492
dc.description.abstractTujuan penelitian ini untuk mendeskripsikan dan menganalisis norma perlindungan hukum terhadap penyandang disabilitas dalam pemenuhan hak atas pekerjaan agar dapat mengonstruksikan konsep perlindungan yang lebih baik sehingga inklusi disabilitas dapat diwujudkan. Jenis penelitian ini merupakan penelitian hukum empiris dengan pendekatan perundang-undangan dan konseptual. Hasil penelitian menunjukkan, bahwa: pertama, terdapat ketidaksesuaian norma di antara berbagai regulasi tentang perlindungan hukum bagi penyandang disabilitas dalam pemenuhan hak atas pekerjaan baik dalam hukum internasional, nasional, maupun peraturan daerah. Kedua, implementasi perlindungan hak atas pekerjaan bagi penyandang disabilitas di Prov. Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) belum mewujudkan inklusi disabilitas. Hal ini dipengaruhi oleh faktor substansi, struktur, dan kultur hukum masyarakat dalam menghadapi fakta disabilitas. Secara substansi, terdapat disharmonisasi antara Perda Prov. DIY No. 4/2012 tentang Perlindungan dan Pemenuhan Hak-Hak Penyandang Disabilitas dengan UU No. 8/2016 tentang Penyandang Disabilitas. Di sisi lain, disharmonisasi juga terjadi antara Perda Kab./Kota tentang perlindungan penyandang disabilitas di DIY dengan Perda Prov. DIY No. 4/2012. Secara struktur, masih terdapat beberapa kendala yang meliputi: kurangnya pemahaman pemerintah dan masyarakat terhadap hak-hak penyandang disabilitas, masih terdapat tumpang tindih kewenangan dalam penanganan disabilitas, sarana prasarana yang belum aksesibel, dan lemahnya pengawasan. Sementara itu, secara kultur, budaya hukum masyarakat baik internal legal culture maupun external legal culture belum sepenuhnya berpihak pada penyandang disabilitas. Ketiga, konsep perlindungan hukum yang sebaiknya dilakukan ke depan dapat dikonstruksikan dari sisi normatif dan praktis. Secara normatif, disharmonisasi dapat diatasi dengan mengubah/mencabut pasal tertentu yang mengalami disharmonisasi. Selain itu, kerangka kebijakan Indonesia harus bertumpu pada dokumen Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia yang memuat rencana aksi pemenuhan hak penyandang disabilitas. Secara praktis, perlindungan inklusif disabilitas dapat diupayakan melalui: a) peningkatan kesadaran pemerintah dan masyarakat, b) partisipasi penyandang disabilitas dalam penyusunan peraturan perundang-undangan dan kebijakan, c) kebijakan sosial dan kebijakan responsif disabilitas, d) pendataan yang integratif, e) perencanaan dan pengganggaran yang pro-disabilitas, f) pemenuhan aksesibilitas di tempat kerja, g) dukungan bagi penyandang disabilitas, dan h) perubahan paradigma pembangunan menuju pembangunan inklusif. Penelitian ini merekomendasikan: a) harmonisasi hukum perlu dilakukan untuk merealisasi keselarasan, kesesuaian, keseimbangan di antara norma-norma hukum di dalam peraturan perundang- undangan, b) Kementerian Hukum dan HAM menjadi leading sector penanganan isu disabilitas, dan c) disabilitas sebagai isu multi sektor sehingga harus melibatkan berbagai Kementerian/Lembaga terkait.en_US
dc.publisherProgram Studi Hukum Program Doktor Fakultas Hukum UIIen_US
dc.subjectPerlindunganen_US
dc.subjectDisabilitasen_US
dc.subjectHak Atas Pekerjaanen_US
dc.subjectInklusien_US
dc.subjectProtectionen_US
dc.subjectDisabilityen_US
dc.subjectRight to Worken_US
dc.subjectInclusionen_US
dc.titlePERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENYANDANG DISABILITAS DALAM PEMENUHAN HAK ATAS PEKERJAANMENUJU TERWUJUDNYA INKLUSI DISABILITAS DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTAen_US
dc.typeBooken_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record