Show simple item record

dc.contributor.authorHAMDAN, HAMDAN
dc.date.accessioned2024-03-19T09:07:46Z
dc.date.available2024-03-19T09:07:46Z
dc.date.issued2020-07-04
dc.identifier.urihttp://hdl.handle.net/123456789/48490
dc.description.abstractDinamika dalam perkara tindak pidana kekerasan kolektif di Indonesia dapat dikemukakan, bahwa secara filosofis yang mendorong terjadinya kekerasan kolektif di Indonesia adalah terjadinya ketidak-sesuaian antara keinginan dengan apa yang terjadi. Hal ini yang membuat massa, yang memiliki keinginan yang kuat akan sesuatu tapi hal tersebut tidak terjadi, meluapkan emosinya yang tak terkontrol, dengan melakukan tindakan yang menjerumus kearah anarkis. Pada akhirnya, selama manusia tidak bisa mengendalikan emosinya secara matang, kekerasan kolektif bisa saja terjadi kapan saja ketika apa yang diharapkan oleh sekelompok manusia tidak tercapai. Kekerasan kolektif yang pada gilirannya berpotensi menimbulkan konflik merupakan fenomena sosial yang dapat terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Hal itu bisa terjadi di mana saja dan kapan saja pada suatu komunitas sosial. Mengingat dalam suatu komunitas sosial seringkali merupakan perpaduan antara beberapa kelompok yang tidak sama (heterogen), maka potensi konflik selalu saja ada dan sewaktu-waktu dapat meledak. Ibarat api dalam sekam, sewaktu-waktu dapat menimbulkan kebakaran, apabila tidak dikelola secara baik. Sejarah masyarakat Indonesia yang lekat dengan kekerasan, menjadi referensi individu yang sudah lebur dalam identitas massa. Ketimpangan sosial dan ekonomi, keruwetan politik, ketidak- percayaan pada sistem, institusi dan aparat hukum, dan ingatan terhadap penindasan negara, menumbuhkan depresi sosial yang meledak menjadi kemarahan.Permasalahan akademis penelitian ini adalah, Pertama Mengetahui formulasi dan aplikasi proses peradilan tindak pidana kekerasan kolektif terhadap orang saat ini. Kedua, Untuk mengetahui Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dapat dipakai sebagai sarana terhadap kasus kekerasan kolektif yang pelakunya tidak teridentifikasi. Ketiga, mengetahui sarana non penal dapat digunakan sebagai sarana menyelesaikan kasus kekerasaan kolektif yang pelakunya tidak teridentifikasi. Keempat, Bagaimana reformulasi proses peradilan tindak pidana kekerasan kolektif terhadap orang melalui sarana nonpenal dalam perspektif politik criminal. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif, yang mengkaji sumber-sumber hukum tertulis yang dianalisis dengan menggunakan pendekatan filosofis (philosophical approach), pendekatan perundang- undangan (statute approach), pendekatan sejarah (historical approach) dan pendekatan perbandingan (comparative approach). Penelitian ini menggunakan teori sistem hukum sebagai grand theory, teori kewenangan sebagai middle-range theory, teori momentum dan teori politik hukum sebagai applied theory. Melalui kajian tersebut diperoleh kesimpulan bahwa secara yuridis pengguanan sarana non penal dalam tindak pidana kekerasan kolektif dirasana sangata diperlukan disama yang akan datan. Tidak adanya tersangka yang teriedentifikasi membuat negara ikut memberikan kontribusi dalam proses penyelesaian hig=ngga pemberian restusi pada korban. Reformulasi proses peradilan tindak pidana kekerasan kolektif sanagat perlu dilakuakn tentunya melalui pendekatan budaya dan kearifan lokal sehingga value rasa keadilan di masyarakat tercerin dalam proses penegakan hukum tersebut.en_US
dc.publisherProgram Studi Hukum Program Doktor Fakultas Hukum UIIen_US
dc.subjectKekerasanen_US
dc.subjectKolektifen_US
dc.subjectNonpenalen_US
dc.subjectPolitiken_US
dc.subjectKriminalen_US
dc.subjectViolenceen_US
dc.subjectCollectiveen_US
dc.subjectNon-penalen_US
dc.subjectPoliticsen_US
dc.subjectCriminalen_US
dc.titleREFORMULASI PROSES PERADILAN TINDAK PIDANA KEKERASAN KOLEKTIF TERHADAP ORANG MELALUI SARANA NONPENAL DALAM PERSPEKTIF POLITIK KRIMINALen_US
dc.typeBooken_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record