REFORMULASI PROSES PERADILAN TINDAK PIDANA KEKERASAN KOLEKTIF TERHADAP ORANG MELALUI SARANA NONPENAL DALAM PERSPEKTIF POLITIK KRIMINAL
Abstract
Dinamika dalam perkara tindak pidana kekerasan kolektif
di Indonesia dapat dikemukakan, bahwa secara filosofis yang
mendorong terjadinya kekerasan kolektif di Indonesia adalah
terjadinya ketidak-sesuaian antara keinginan dengan apa yang
terjadi. Hal ini yang membuat massa, yang memiliki keinginan
yang kuat akan sesuatu tapi hal tersebut tidak terjadi, meluapkan
emosinya yang tak terkontrol, dengan melakukan tindakan yang
menjerumus kearah anarkis. Pada akhirnya, selama manusia tidak
bisa mengendalikan emosinya secara matang, kekerasan kolektif bisa
saja terjadi kapan saja ketika apa yang diharapkan oleh sekelompok
manusia tidak tercapai.
Kekerasan kolektif yang pada gilirannya
berpotensi menimbulkan konflik merupakan fenomena sosial yang
dapat terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Hal itu bisa terjadi di
mana saja dan kapan saja pada suatu komunitas sosial. Mengingat
dalam suatu komunitas sosial seringkali merupakan perpaduan
antara beberapa kelompok yang tidak sama (heterogen), maka potensi
konflik selalu saja ada dan sewaktu-waktu dapat meledak. Ibarat
api dalam sekam, sewaktu-waktu dapat menimbulkan kebakaran,
apabila tidak dikelola secara baik. Sejarah masyarakat Indonesia yang
lekat dengan kekerasan, menjadi referensi individu yang sudah lebur
dalam identitas massa. Ketimpangan sosial dan ekonomi, keruwetan
politik, ketidak- percayaan pada sistem, institusi dan aparat hukum,
dan ingatan terhadap penindasan negara, menumbuhkan depresi
sosial yang meledak menjadi kemarahan.Permasalahan akademis
penelitian ini adalah, Pertama Mengetahui formulasi dan aplikasi
proses peradilan tindak pidana kekerasan kolektif terhadap orang
saat ini. Kedua, Untuk mengetahui Kitab Undang-Undang Hukum
Acara Pidana (KUHAP) dapat dipakai sebagai sarana terhadap
kasus kekerasan kolektif yang pelakunya tidak teridentifikasi. Ketiga,
mengetahui sarana non penal dapat digunakan sebagai sarana
menyelesaikan kasus kekerasaan kolektif yang pelakunya tidak
teridentifikasi. Keempat, Bagaimana reformulasi proses peradilan
tindak pidana kekerasan kolektif terhadap orang melalui sarana
nonpenal dalam perspektif politik criminal. Penelitian ini merupakan
penelitian hukum normatif, yang mengkaji sumber-sumber hukum
tertulis yang dianalisis dengan menggunakan pendekatan filosofis
(philosophical approach), pendekatan perundang- undangan (statute
approach), pendekatan sejarah (historical approach) dan pendekatan
perbandingan (comparative approach). Penelitian ini menggunakan
teori sistem hukum sebagai grand theory, teori kewenangan sebagai
middle-range theory, teori momentum dan teori politik hukum sebagai
applied theory. Melalui kajian tersebut diperoleh kesimpulan bahwa
secara yuridis pengguanan sarana non penal dalam tindak pidana
kekerasan kolektif dirasana sangata diperlukan disama yang akan
datan. Tidak adanya tersangka yang teriedentifikasi membuat negara
ikut memberikan kontribusi dalam proses penyelesaian hig=ngga
pemberian restusi pada korban. Reformulasi proses peradilan tindak
pidana kekerasan kolektif sanagat perlu dilakuakn tentunya melalui
pendekatan budaya dan kearifan lokal sehingga value rasa keadilan di
masyarakat tercerin dalam proses penegakan hukum tersebut.
Collections
- Doctor of Law [109]