Show simple item record

dc.contributor.authorHERYANSYAH, DESPAN
dc.date.accessioned2024-03-19T09:07:18Z
dc.date.available2024-03-19T09:07:18Z
dc.date.issued2020-07-25
dc.identifier.urihttp://hdl.handle.net/123456789/48489
dc.description.abstractPengelolaan hubungan pusat dan daerah yang sentralistik pada masa orde lama dan orde baru, telah memunculkan kompleksitas masalah ketatanegaraan. Setidaknya, sistem ini telah melahirkan ketimpangan yang begitu besar antara Jakarta dan luar Jakarta, Jawa dan luar Jawa. Bahkan, beberapa daerah yang merasa diperlakukan tidak adil, menuntut kemerdekaan dari Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang direspon pemerintah pusat sebagai gerakan separatisme. Alhasil, realitas ini memunculkan tuntutan Indonesia menjadi federal, yang semakin kuat pasca reformasi, baik melalui mimbar akademik, tulisan di media massa, maupun persidangan resmi di lembaga perwakilan. Menjadi negara federal yang sesungguhnya, sebagaimana yang disuarakan beberapa tokoh dan organisasi, bukanlah perkara gampang karena membutuhkan konsep yang fundamental dan radikal. Terlebih, tak ada satupun penggagas negara federal yang memiliki konsep matang mengenai negara federal Indonesia. Belum lagi, penolakan terhadap berbagai atribut yang berbau federal begitu kencang dilakukan, baik karena memahami besarnya tantangan Indonesia menjadi federal, atau justeru karena tidak memahami makna federal yang sesungguhnya. Akhirnya, pasca reformasi, kompromi terhadap dua gagasan bentuk negara yang saling bertolak belakang ini memunculkan Negara Kesatuan Indonesia dengan otonomi yang seluas-luasnya. Sayangnya, makna otonomi yang seluas-luasnya dipahami berbeda oleh pendukung bentuk negara federal dan negara kesatuan tersebut. Dinamika itu, tampak jelas dalam pembahasan amandemen UUD dan perubahan UU Pemerintahan Daerah. Tarik- menarik dua kutub yang berseberangan ini, menghasilkan langgam otonomi yang berbeda dari masa ke masa. Bahkan, hampir selalu kompromi antar keduanya menghasilkan inkonsistensi penataan hubungan pusat dan daerah dalam setiap kali perubahan UU Pemerintahan Daerah. Mengacu pada hal di atas, penelitian ini melihat lebih jauh, tarik menarik pendukung gagasan bentuk negara kesatuan dan negara federal di Indonesia, khususnya pada saat melakukan amandemen terhadap UUD N RI Tahun 1945 dan perubahan UU Pemerintahan Daerah pasca reformasi. Serta mengkonstruksi titik temu penataan hubungan pusat dan daerah yang sejalan dengan cita-cita reformasi dan Pancasila. Adapun penelitian ini merupakan jenis penelitian yuridis-normatif, yang menjadikan data sekunder sebagai objek utama penelitian.en_US
dc.publisherProgram Studi Hukum Program Doktor Fakultas Hukum UIIen_US
dc.subjectTarik-menariken_US
dc.subjecttitik temuen_US
dc.subjecthubungan pusat dan daerahen_US
dc.subjectdesentralisasien_US
dc.subjectThe Fight overen_US
dc.subjectmeeting pointsen_US
dc.subjectcentral and regional relationsen_US
dc.subjectdecentralizationen_US
dc.titleDINAMIKA HUBUNGAN KEWENANGAN ANTARA PUSAT DAN DAERAH PASCA REFORMASI DALAM NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA (Studi tentang Diskursus Pilihan antara Negara Federal dan Negara Kesatuan)en_US
dc.typeBooken_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record