REKONSTRUKSI KEWENANGAN EKSEKUSI DAN PEMBATALAN PUTUSAN ARBITRASE SYARIAH DALAM PERSPEKTIF POLITIK HUKUM INDONESIA
Abstract
Dinamika tarik ulur kewenangan antara Pengadilan Umum dan
Pengadilan Agama dalam pelaksanaan eksekusi dan pembatalan
putusan arbitrase syariah mengakibatkan pertentangan norma
dari peraturan perundang-undangan yang dilahirkan. Sehingga
mengakibatkan ketidakpastian hukum yang berdampak terhadap
kebingungan masyarakat sebagai pencari keadilan terkait pengadilan
mana yang berhak melakukan eksekusi dan membatalkan putusan
arbitrase syariah. Permasalah akademis penelitian ini adalah, pertama,
untuk mengetahui konstruksi hukum kewenangan pelaksanaan dan
pembatalan putusan arbitrase syariah. Kedua, untuk mengetahui
faktor yang menyebabkan terjadinya dualisme kewenangan
pembatalan putusan arbitrase syariah dan, ketiga, untuk mengetahui
upaya rekonstruksi kepastian hukum kewenangan eksekusi dan
pembatalan putusan arbitrase syariah di masa yang akan datang.
Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif, yang mengkaji
sumber-sumber hukum tertulis yang dianalisis dengan menggunakan
pendekatan filosofis (philosophical approach), pendekatan perundang-
undangan (statute approach), pendekatan sejarah (historical approach)
dan pendekatan perbandingan (comparative approach). Penelitian
ini menggunakan teori sistem hukum sebagai grand theory, teori
kewenangan sebagai middle-range theory, teori momentum dan teori
politik hukum sebagai applied theory. Melalui kajian tersebut diperoleh
kesimpulan bahwa secara yuridis pemberian kewenangan pelaksanaan
eksekusi dan pembatalan putusan arbitrase syariah masih terdapat
dualisme, atau terjadi tarik-ulur kewenangan antara Pengadilan
Umum/Negeri dan Pengadilan Agama, yang dilatarbelaknagi
oleh faktor historis, politis dan yuridis. Untuk itu, dalam rencana
pembangunan hukum Indonesia ke depan atau dalam politik hukum
nasional di masa yang akan datang, diperlukan perbaikan dalam
sistem hukum yang ada serta perencanaan matang dan strategis
agar mampu menjawab persoalan-persoalan sosial secara benar dan
komprehensif dengan memperhatikan harmonisasi antar peraturan
perundang-undangan yang ada. Rekonstruksi yang perlu dilakukan
adalah meluruskan paradigma asas final and binding dalam arbitrase
dan upaya pembatalan putusan arbitrase. Terhadap peraturan
perundang-undangan yang ada perlu dilakukan judicial review, revisi
Undang-Undang dan mendorong kesiapan institusi Peradilan Agama
dalam meningkatkan kemampuan menyelesaikan sengketa ekonomi
syariah seutuhnya.
Collections
- Doctor of Law [109]