dc.description.abstract | Tujuan penelitian disertasi ini adalah menemukan jawaban
atas pertanyaan mengapa terjadi disharmoni regulasi di bidang
otonomi perguruan tinggi di Indonesia. Menurut Pasal 62 dan 64
UU nomor 12 tahun 2012 perguruan tinggi memiliki otonomi untuk
mengelola sendiri lembaganya sebagai pusat penyelenggaraan
tridharma. Sedangkan Pasal 64 ayat (1): menyatakan bahwa otonomi
pengelolaan Perguruan Tinggi sebagaimana dimaksud dalam Pasal
62 meliputi bidang akademik dan non-akademik”. Berdasarkan dua
pasal tersebut, perguruan tinggi berhak memiliki otonomi akademik
dan non-akademik, akan tetapi ditemukan regulasi yang ada di
bawahnya tidak sejalan dengan jiwa UU tersebut. Akibatnya, otonomi
yang dikehendaki oleh UU tidak dapat dipraktikkan dengan baik
di semua perguruan tinggi di Indonesia. Untuk menemukan letak
disharmoninya, peneliti menganalisis UU tersebut dan peraturan
yang ada di bawahnya, yaitu peraturan Kementerian yang terkait
dengan Perguruan Tinggi dengan metode penelitian hukum normatif
dan menganalisisnya secara kualitatif. Hasilnya, peneliti menemukan
banyak peraturan kementerian yang tidak harmoni dengan semangat
otonomi perguruan tinggi. Konsekuensi hukumnya, semua peraturan
perundang-undangan yang bertentangan dengan jiwa otonomi
sebagaimana dimaksud dalam UU nomor 12 tahun 2012 batal demi
hukum berdasarkan asas preferensi lex superior derogat legi inferiori
yang artinya hukum yang lebih tinggi menghapus peraturan yang
lebih rendah. Dalam konteks penelitian disertasi ini, pengelola
perguruan tinggi memiliki hak untuk mengenyampingkan peraturan
yang bertentangan dengan jiwa UU nomor 12 tahun 2012 tentang
Pendidikan Tinggi. Disamping temuan tersebut di atas, penelitian ini
juga menemukan pentingnya otonomi bagi sebuah perguruan tinggi
karena secara filosofis sebuah perguruan tinggi mempunyai peran
strategis dalam melahirkan manusia terdidik, bermoral, bermartabat,
berwawasan luas, dan unggul di bidang ilmu, berdaya saing tinggi,
tangguh dan berperadaban tinggi. | en_US |