KONSTRUKSI BARU HUKUM LOKAL: STUDI TENTANG REGULASI PARIWISATA HALAL DI PULAU LOMBOK-NUSA TENGGARA BARAT
Abstract
Penelitian ini bertujuan untuk menjawab beberapa rumusan
masalah berikut: 1) Mengapa implementasi pariwisata halal di
Pulau Lombok belum efektif, apa saja yang menjadi hambatan? 2)
Bagaimana urgensi regulasi pariwisata halal bagi pembangunan
ekonomi masyarakat pulau Lombok? 3) Bagaimana konstruksi baru
regulasi pariwisata halal sebagai hukum lokal yang responsif dengan
nilai-nilai agama dan adat?
Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum non-
doktriner dengan pendekatan sosio-legal. Objek penelitian yang
menjadi fokus penelitian ini adalah data kualitatif yang dikategorikan
menjadi 2 (dua) jenis, yaitu dokumen dan orang. Objek dokumen berupa
dokumen hukum dan non-hukum. Sedangkan objek orang berupa
informan penelitian. Untuk pengumpulan data dalam penelitian ini
dilakukan melalui observasi, wawancara, video wawancara, kajian
hukum, dan berita. Analisis data dilakukan dengan metode kualitatif.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan menghasilkan
kesimpulan, Pertama, terdapat problem dan hambatan pariwisata
halal pada implementasi dan norma hukumnya. Dalam perspektif
social engineering Roscoe Pound, implementasi pariwisata halal
di pulau Lombok belum mengakomodir kepentingan berbagai
pihak (multi-stakeholders) secara berimbang dan masih didominasi
kepentingan negara (pemerintah). Sehingga belum berfungsi efektif
serta memunculkan berbagai hambatan pada produk hukumnya,
penegak hukumnya, kelembagaan dan birokrasinya, budaya
hukum dan sosialisasinya. Kedua, regulasi pariwisata halal telah
menjadi sarana percepatan peningkatan kesejahteraan masyarakat,
memacu pertumbuhan ekonomi daerah, meningkatkan investasi
dan pemberdayaan daerah di pulau Lombok. Namun regulasi belum
mampu menjadi daya ungkit akselerasi pembangunan ekonomi
masyarakat pulau Lombok secara optimal dan merata. Maka
regulasi perlu disusun lebih komprehensif dan diimplementasikan
dengan pendekatan asimetris dan paradigma berkelanjutan. Ketiga,
Konstruksi baru hukum lokal harus dipahami sebagai keseluruhan
norma yang responsif yang mempertemukan berbagai kepentingan
global, nasional, lokal. Rekonstruksi hukum lokal paling tidak
secara konseptual memuat komponen nilai-nilai agama dan adat,
etika dan prinsip pariwisata halal, cita hukum nasional, dan prinsip
hak asasi manusia (etika global). Dalam perspektif teori pluralisme
hukum Menski dan social engineering Roscoe Pound berbagai
sudut kepentingan harus diakomodir dan ditempatkan secara
berimbang. Untuk menyeimbangkan berbagai kepentingan tersebut,
model kolaborasi penta-helix plus harus menjadi fondasi, sehingga
pengembangan pariwisata halal melalui hukum lokal akan menunjang
perkembangan pariwisata Indonesia menjadi lebih inklusif.
Penelitian ini berkontribusi dalam upaya menghadirkan regulasi
daerah yang responsif kearifan lokal sebagai penguatan otonomi
daerah serta sangat penting untuk mengatasi resistensi pengembangan
pariwisata halal yang selama ini terjadi di berbagai daerah.
Collections
- Doctor of Law [109]