dc.description.abstract | Iktikad baik (good faith) merupakan konsep hukum yang berkaitan dengan
kejujuran, kesetiaan, kepantasan, kewajaran, dan transaksi yang adil. Pene-
litian ini bertujuan untuk memeriksa, menjelaskan, dan mendudukkan asas
iktikad baik dalam hukum kekayaan intelektual. Permasalahan yang dibahas
meliputi eksistensi dan aktualisasi iktikad baik dalam (1) peraturan hukum
dan (2) putusan pengadilan pada hak kekayaan intelektual, juga (3) model
akomodasinya. Penelitian ini tergolong sebagai doktrinal, yang mempela-
jari eksistensi dan aktualisasi iktikad baik dari normativitas hukumnya. Ha-
sil penelitian ini menunjukkan, pertama, iktikad baik dalam realitas yuridis
sebagai syarat perolehan hak kekayaan intelektual hanya dijumpai secara
eksplisit dalam peraturan hukum merek dan tidak pada bidang lainnya. Re-
alitas yuridis ini tidak berarti iktikad baik dalam perolehan hak kekayaan
intelektual hanya urgen dalam merek dan tidak pada bidang lainnya, yang
dalam studi ini diperiksa pada hak cipta dan paten. Realitas demikian leb-
ih ditentukan oleh relevansinya: iktikad baik relevan untuk mencegah dan
membatalkan pendaftaran karya yang dilakukan secara tidak jujur. Kedua,
iktikad baik dalam realitas yudisial tidak hanya ditemukan dalam putusan-
putusan pengadilan perkara merek, yang aturan hukumnya memang men-
gaturnya, tetapi juga pada hak cipta dan paten, yang dari segi aturan hukum
sebetulnya tidak mengaturnya. Dalam realitas yudisial, iktikad baik digu-
nakan sebagai argumentasi hukum para pihak termasuk hakim untuk mem-
perkuat tuduhan, pembelaan, atau putusan bahwa karya intelektual tertentu
tidak memenuhi syarat perolehan hak dan seharusnya tidak bisa didaftarkan.
Penggunaan argumentasi demikian, pada akhirnya bertumpu pada keten-
tuan syarat perolehan hak. Dari putusan yang dipelajari, argumentasi ikti-
kad baik tampak berpengaruh secara signifikan pada putusan perkara merek
namun tidak pada hak cipta dan paten. Ketiga, akomodasi asas iktikad baik
dalam peraturan hukum kekayaan intelektual perlu dilakukan melalui ke-
tentuan perilaku khususnya berkenaan dengan syarat perolehan hak. Semen-
tara itu, untuk tekstualisasinya secara eksplisit, perlu mempertimbangkan
uji signifikansi dalam praktik yudisial, pola pembentukan peraturan hukum
nasional, serta abstraksi rumusan dan peletakannya. | en_US |