Show simple item record

dc.contributor.authorASEP, SAEFUL BACHRI
dc.date.accessioned2024-02-21T01:19:08Z
dc.date.available2024-02-21T01:19:08Z
dc.date.issued2023-08-15
dc.identifier.urihttp://hdl.handle.net/123456789/47591
dc.description.abstractPenelitian ini terfokus pada problematika kelembagaan dan kewenangan dalam penanganan tindak pidana korupsi yang menimbulkan multiplikasi peran institusi penegakan hukum dalam melakukan penyelidikan, penyidikan. Dasar pemikiran tersebut melahirkan problematika sebagai berikut: Pertama dasar pertimbangan pembentukan institusi penegak hukum tindak pidana korupsi, kedua, Mengapa rekonstruksi terhadap institusi penegakan hukum dalam penanganan tindak pidana korupsi diperlukan saat ini, ketiga, model rekonstruksi terhadap institusi penegakan hukum dalam penanganan tindak pidana korupsi. Penelitian ini bersifat yuridis normatif dengan menggunakan pendekatan Konsep (Conceptual Approach), Perundang- undangan (Statute Approach), pendekatan perbandingan (Comparatie Approach). Teori yang digunakan dalam Penelitian ini; teori sistem hukum sebagai Grand Theory, teori efektivitas hukum sebagai Middle Theory, dan teori hukum progresif sebagai Applied Theory. Kesimpulan dalam penelitian ini adalah pertama, kompleksitas penanganan tindak pidana korupsi oleh institusi penegak hukum, terbagi menjadi tiga periode dari masa orde lama, orde baru, dan masa reformasi. Masing-masing periode memiliki problematika dalam penanganan tindak korupsi, hingga pada masa pasca reformasi membentuk institusi penegak hukum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kedua, Urgensi dalam merekonstruksi institusi penegak hukum dalam penanganan tindak pidana korupsi, melihat dari 3 aspek, lemahnya intergritas penegak hukum, kondisi sarana dan prasarana dan intervensi kekuasaan dalam penanganan tindak pidana korupsi. xii REKONSTRUKSI INSTITUSI PENEGAK HUKUM TERHADAP PENANGANAN TINDAK PIDANA KORUPSI YANG MANDIRI DI INDONESIA Ketiga, rekonstruksi penanganan tindak pidana korupsi dimulai dari sisi perbandingan hukum diberbagai negara dapat mencontoh negara- negara tersebut. Di satu sisi yaitu model CPIB (Singapura) dan ICAC (Hong Kong) dan di sisi lain model Økokrim (Norwegia) memberikan alternatif dalam restrukturisasi institusi KPK dan pembagian kewenangan dalam bidang penanganan tindak pidana korupsi, selanjutya rekonstruksi dapat diwujudkan melalui harmonisasi kelembagaan, membebaskan penanganan tindak pidana korupsi yang birokratis, mengubah pola penanganan yang setralistik, dan perbaikan kultur penanganan tindak pidana korupsi.en_US
dc.publisherProgram Studi Hukum Program Doktor Fakultas Hukum UIIen_US
dc.subjectRekonstruksien_US
dc.subjectInstitusi Penegak Hukumen_US
dc.subjectKorupsien_US
dc.subjectReconstructionen_US
dc.subjectLaw Enforcement Institutionsen_US
dc.subjectCorruptionen_US
dc.titleREKONSTRUKSI INSTITUSI PENEGAK HUKUM TERHADAP PENANGANAN TINDAK PIDANA KORUPSI YANG MANDIRI DI INDONESIAen_US
dc.typeBooken_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record