KEDUDUKAN KEPALA DESA DAN SEKRETARIS DESA (Analisis Yuridis terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 128/PUU-XIII/2015 dalam Perspektif Politik Hukum Indonesia)
Abstract
Penelitian ini bertujuan: pertama, mengkaji politik hukum kedudukan
Kepala Desa dan Sekretaris Desa Pasca Reformasi. Kedua, menganalisis
implikasi yuridis terbitnya Putusan MK 128/PUU-XIII/2015 terhadap
penyelenggaraan pemerintahan desa. Ketiga, merancang konsep ideal
kedudukan Kepala Desa dan Sekretaris Desa.
Ditinjau dari jenisnya, penelitian ini termasuk penelitian hukum normatif
empiris. Penelitian ini menjelaskan politik hukum kedudukan Kepala Desa
dan Sekretaris Desa dalam peraturan perundang-undangan serta putusan MK
yang dihubungkan dengan teori-teori hukum sekaligus implementasinya.
Penelitian ini menggunakan tiga pendekatan, yaitu pendekatan perundang-
undangan, pendekatan kasus, serta pendekatan konseptual.
Berdasarkan hasil penelitian, disimpulkan bahwa: Pertama, politik
hukum kedudukan Kepala Desa dan Sekretaris Desa Pasca Reformasi
menunjukkan: (a) Berpijak pada ada atau tidaknya persyaratan domisili,
UU 32/2004 memposisikan Kepala Desa sebagai pejabat pemerintahan,
sementara UU 22/1999 dan UU 6/2014 memposisikan Kepala Desa sebagai
abdi masyarakat. Adapun berpijak pada ada atau tidaknya penyebutan
“Sekdes-PNS”, UU 32/2004 memposisikan Sekretaris Desa selaku pejabat
pemerintahan, sementara UU 22/1999 dan UU 6/2014 meletakkan Sekretaris
Desa sebagai abdi masyarakat. (b) Ketentuan tentang persyaratan domisili
bagi Kepala Desa dan penetapan “Sekdes-PNS” dalam peraturan perundang-
undangan menunjukkan adanya norma yang berbeda antara peraturan
perundang-undangan yang satu dengan lainnya. (c) Norma-norma dalam
peraturan perundang-undangan merupakan hasil kesepakatan siapa saja yang
ikut merumuskan. (d) Saat merumuskan penetapan “Sekdes-PNS”, pembentuk
UU 32/2004 menggunakan perspektif keadilan komutatif, di mana setiap
warga negara dianggap mempunyai kedudukan yang sama. Kondisi serupa
juga ditemukan pada waktu para hakim MK menjatuhkan Putusan MK 128/
PUU-XIII/2015. Kedua, Implikasi yuridis terbitnya Putusan MK 128/PUU-
XIII/2015 terhadap penyelenggaraan pemerintahan desa: (a) Dalam tataran
filosofis, desa dikonstruksikan dalam rezim pemerintahan daerah. (b) Dalam
tataran normatif, terbitnya Putusan MK 128/PUU-XIII/2015 mengakibatkan
terdaftarnya orang luar sebagai calon perangkat desa, penghentian proses
seleksi perangkat desa, berubahnya regulasi daerah tentang persyaratan
calon Kepala Desa, serta lahirnya peraturan pendukung lainnya. (c) Dalam
tataran sosiologis, keluarnya Putusan MK 128/PUU-XIII/2015 memunculkan
anggapan tentang ketidakjelasan payung hukum pelaksanaan Pilkades,
lunturnya ikatan persaudaraan dan kekerabatan di desa, meningkatnya
politik uang, serta adanya bentrokan para simpatisan calon Kepala Desa.
Ketiga, Kepala Desa dan Sekretaris Desa lebih tepat diposisikan sebagai abdi
masyarakat, terutama dalam lingkup masyarakat solidaritas mekanis.
Ada beberapa hal yang direkomendasikan oleh peneliti dalam rangka
mewujudkan konsep ideal kedudukan Kepala Desa dan Sekretaris Desa,
yaitu penyebutan desa secara eksplisit dalam konstitusi, penetapan desain
kedudukan desa melalui risalah persidangan, pengaturan desa di bawah satu
kementerian, serta penggunaan pendekatan sosiologis dalam Putusan MK.
Collections
- Doctor of Law [109]