REKONSTRUKSI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA BERKENAAN DENGAN HAK POLITIK MANTAN NARAPIDANA TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM PEMILIHAN UMUM LEGISLATIF DAN EKSEKUTIF
Abstract
Penelitian ini bertujuan untuk mendiskripsikan, menganalisis
dinamika dalam peraturan perundang-undangan dan dinamika
Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam hal pembatasan terhadap
hak politik mantan narapidana tindak pidana korupsi sebagai
persyaratan mengikuti pemilu legislatif maupun eksekutif ditinjau dari
aspek demokrasi, hak asasi manusia, dan keadilan menurut negara
hukum Pancasila dan nilai-nilai Islam, supaya dapat menemukan
konstruksi putusan MK serta konstruksi peraturan teknis yang
berkaitan dengan hal tersebut, sehingga dapat terlahir wakil rakyat
dan pimpinan yang dapat menjalankan pemerintahan yang sesuai
dengan Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB).
Penelitian ini merupakan penelitian normatif dengan melalui
pendekatan Undang-Undang dan pendekatan konseptual. Adapun
metode analisis yang dipergunakan adalah analisis diskriptif kualitatif.
Hasil penelitian menyimpulkan dan menemukan bahwa
dinamika pengaturan mengenai pembatasan hak politik mantan
narapidana tindak pidana korupsi di Indonesia dalam pemilu
legislatif dan eksekutif adalah sebagai berikut: pertama, memberikan
persyaratan yang terlalu longgar kepada mantan narapidana tindak
pidana korupsi; kedua, menutup hak politik mantan narapidana
tindak pidana korupsi untuk selamanya; ketiga, memberlakukan
prinsip demokrasi, hak asasi manusia, dan keadilan secara seimbang
baik kepada mantan narapidana tindak pidana korupsi maupun
masyarakat secara luas, keempat, memberikan hak yang terlalu longgar
kepada mantan narapidana tindak pidana korupsi kembali. Adapun
dinamika dan rekosntruksi Putusan Mahkamah Konstitusi dikaitkan
dengan yurisprudensi dan kewenangan memutus secara ultra petita
adalah sebagai berikut, pertama, Putusan MK yang pertimbangannya
xv
RINGKASAN DISERTASI
NURWIGATI, S.H., M.HUM.
dipakai dalam putusan-putusan selanjutnya; kedua, Putusan MK yang
memberlakukan prinsip demokrasi, hak asasi manusia, dan keadilan
secara seimbang baik kepada pemberlakuan hak politik mantan
narapidana tindak pidana korupsi maupun kepada masyarakat
secara luas untuk mendapatkan wakil rakyat dan pimpinan yang
berintegritas, dan Putusan MK ini merupakan putusan yang ultra petita,
ketiga, Putusan MK yang memberikan kedaulatan sepenuhnya kepada
rakyat atau masyarakat untuk menentukan pilihannya terhadap
wakil rakyat atau pimpinan daerah yang diinginkan, dan sekaligus
memberikan kelonggaran persyaratan kepada mantan narapidana
untuk mengikuti pemilu legislatif ataupun eksekutif. Keempat,
Putusan MK yang menggunakan Putusan MK No. 4/PUU-XVII/2009
sebagai yurisprudensi. Demi untuk mewujudkan pemerintahan yang
sesuai dengan AUPB maka seharusnya dalam Putusan MK, mantan
narapidana tindak pidana korupsi seharusnya ditulis secara eksplisit
dan berdiri sendiri, dan perlu perbaikan dalam peraturan teknis yaitu
Peraturan Komisi Pemilihan Umum No. 10 Tahun 2003 terkait untuk
penyampaian keterbukaan jati diri mantan narapidana tindak pidana
korupsi, dan UU Pemilu tentang larangan politik uang, khususnya
dari segi waktunya, obyeknya dan sanksi pidananya.
Collections
- Doctor of Law [109]