Fungsionalisasi Hukum Pidana Sebagai Ultimum Remedium Pada Tindak Pidana Selain Pembajakan Dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta
Abstract
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis problem dalam ketentuan UUHC
hubungannya dengan fungsionalisasi hukum pidana sebagai ultimum remedium pada
tindak pidana selain pembajakan. Permasalahan pokok: 1). Apa yang mendasari
pembentuk UU menempatkan hukum pidana sebagai ultimum remedium dalam tindak
pidana selain Pembajakan dalam UUHC; 2). Apakah fungsionalisasi hukum pidana
tersebut sesuai dengan doktrin hukum pidana. Sebagai penelitian normatif, penelitian
ini menggunakan pendekatan perundang-undangan, sejarah UU dan konseptual.
Penelitian ini menghasilkan simpulan bahwa: 1). Tindak pidana selain pembajakan
adalah semua bentuk pelanggaran hak ekonomi yang dilakukan tanpa seizin pencipta
dan/atau hak terkait untuk kepentingan komersial. Fungsionalisasi hukum pidana
sebagai sarana terakhir dalam ketentuan ini karena: a. Indonesia sebagai negara
anggota yang telah meratifikasi pembentukan WTO meliputi persetujuan TRIPs,
Konvensi Bern dan WIPO; b. untuk mendorong dominasi hukum perdata dalam
penyelesaiannya; c. efek jera bukan hanya soal hukuman saja, melainkan denda atau
ganti rugi yang besar. Pengecualian terhadap pembajakan adalah untuk memberikan
deterrent effect, sebab pembajak merupakan tindakan komersialisasi yang dilakukan
secara massal dan sistematik yang tidak hanya merugikan ekonomi pencipta, tetapi
juga merugikan kepentingan umum yang dikualifikasikan sebagai kejahatan besar dan
serius; 2). Fungsionalisasi hukum pidana sebagai ultimum remedium pada tindak
pidana selain pembajakan dalam UUHC sesuai dengan kriteria dalam doktrin hukum
pidana sebab, delik tersebut digolongkan sebagai hukum pidana administratif: a. delik
tersebut bersifat formil yang menekankan pada perbuatan yang dilarang, bukan pada
akibatnya; b. perbuatan yang dilarang merupakan perbuatan yang tercela bukan karena
sifatnya melainkan dilarang oleh ketentuan undang-undang; c. prinsip delik dalam
pasal-pasal tersebut berhubungan dengan pelanggaran terhadap perizinan sehingga
lebih dominan kepada karakter administratifnya. Penyelesaian melalui alternatif
penyelesaian sengketa diharapkan menghasilkan perdamaian dan hak-hak daripada
pencipta dapat terpulihkan. Saran ditujukan kepada pembentuk UU selanjutnya
hendaknya dalam memproduksi hukum, mengikuti pedoman penerapan asas ultimum
remedium dalam mengkualifikasikan delik sebagaimana indikator yang ada dalam
hukum pidana, serta bagi masyarakat agar bersama melindungi dan menghargai hak
cipta seseorang dengan menggunakan karyanya sesuai dengan prosedur yang telah
ditetapkan.
Collections
- Master of Law [1447]