Show simple item record

dc.contributor.authorVIKA AFRILIA
dc.date.accessioned2023-03-16T07:11:50Z
dc.date.available2023-03-16T07:11:50Z
dc.date.issued2023-02
dc.identifier.urihttps://dspace.uii.ac.id/handle/123456789/42806
dc.description.abstractPenelitian ini bertujuan untuk menganalisis problem dalam ketentuan UUHC hubungannya dengan fungsionalisasi hukum pidana sebagai ultimum remedium pada tindak pidana selain pembajakan. Permasalahan pokok: 1). Apa yang mendasari pembentuk UU menempatkan hukum pidana sebagai ultimum remedium dalam tindak pidana selain Pembajakan dalam UUHC; 2). Apakah fungsionalisasi hukum pidana tersebut sesuai dengan doktrin hukum pidana. Sebagai penelitian normatif, penelitian ini menggunakan pendekatan perundang-undangan, sejarah UU dan konseptual. Penelitian ini menghasilkan simpulan bahwa: 1). Tindak pidana selain pembajakan adalah semua bentuk pelanggaran hak ekonomi yang dilakukan tanpa seizin pencipta dan/atau hak terkait untuk kepentingan komersial. Fungsionalisasi hukum pidana sebagai sarana terakhir dalam ketentuan ini karena: a. Indonesia sebagai negara anggota yang telah meratifikasi pembentukan WTO meliputi persetujuan TRIPs, Konvensi Bern dan WIPO; b. untuk mendorong dominasi hukum perdata dalam penyelesaiannya; c. efek jera bukan hanya soal hukuman saja, melainkan denda atau ganti rugi yang besar. Pengecualian terhadap pembajakan adalah untuk memberikan deterrent effect, sebab pembajak merupakan tindakan komersialisasi yang dilakukan secara massal dan sistematik yang tidak hanya merugikan ekonomi pencipta, tetapi juga merugikan kepentingan umum yang dikualifikasikan sebagai kejahatan besar dan serius; 2). Fungsionalisasi hukum pidana sebagai ultimum remedium pada tindak pidana selain pembajakan dalam UUHC sesuai dengan kriteria dalam doktrin hukum pidana sebab, delik tersebut digolongkan sebagai hukum pidana administratif: a. delik tersebut bersifat formil yang menekankan pada perbuatan yang dilarang, bukan pada akibatnya; b. perbuatan yang dilarang merupakan perbuatan yang tercela bukan karena sifatnya melainkan dilarang oleh ketentuan undang-undang; c. prinsip delik dalam pasal-pasal tersebut berhubungan dengan pelanggaran terhadap perizinan sehingga lebih dominan kepada karakter administratifnya. Penyelesaian melalui alternatif penyelesaian sengketa diharapkan menghasilkan perdamaian dan hak-hak daripada pencipta dapat terpulihkan. Saran ditujukan kepada pembentuk UU selanjutnya hendaknya dalam memproduksi hukum, mengikuti pedoman penerapan asas ultimum remedium dalam mengkualifikasikan delik sebagaimana indikator yang ada dalam hukum pidana, serta bagi masyarakat agar bersama melindungi dan menghargai hak cipta seseorang dengan menggunakan karyanya sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan.en_US
dc.publisherUNIVERSITAS ISLAM INDONESIAen_US
dc.titleFungsionalisasi Hukum Pidana Sebagai Ultimum Remedium Pada Tindak Pidana Selain Pembajakan Dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Ciptaen_US
dc.Identifier.NIM20912097


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record