Keabsahan Perjanjian Jual Beli Tanah Yang Mengandung Aib Kesepakatan Dalam Hukum Islam Dan Hukum Perdata Serta Implikasi Hukumnya (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor 466 K/Pdt/2020)
Abstract
Perjanjian atau kontrak memiliki prinsip-prinsip serta syarat-syarat tertentu
yang memberikan pengaruh terhadap keabsahan suatu akad. Akan tetapi, walaupun
terjadi kesepakatan para pihak yang melahirkan perjanjian, namun terdapat
kemungkinan bahwa kesepakatan yang telah dicapai tersebut mengalami kecacatan
atau biasa disebut dengan aib kesepakatan atau cacat kehendak. Adapun rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana keabsahan perjanjian jual beli tanah
yang mengandung aib kesepakatan dalam hukum Islam dan hukum perdata (studi
putusan Mahkamah Agung nomor 466K/Pdt/2020) dan bagaimana implikasi
hukum dari perjanjian jual beli tanah yang mengandung aib kesepakatan dalam
hukum Islam dan hukum perdata (studi putusan Mahkamah Agung nomor
466K/Pdt/2020) Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keabsahan serta
implikasi hukum dari perjanjian jual beli tanah yang mengandung aib kesepakatan
dalam hukum Islam dan hukum perdata. Jenis pendekatan penelitian yang akan
digunakan dalam penelitian ini adalah metode komparatif. Penelitian komparatif
dilakukan dengan menggali sumber-sumber kepustakaan. Hasil dari penelitian ini
adalah: Pertama, perjanjian jual beli pada Putusan Mahkamah Agung Nomor 466
K/Pdt/2020 mengandung aib kesepakatan penipuan (tadlis), tidak sah baik secara
hukum Islam dan hukum perdata. Pihak penjual memberikan keteranganketerangan
palsu, dimana dalam kasus ini penjual melakukan penipuan dan
memalsukan dokumen-dokumen yang menyatakan seolah-olah objek jual beli
tersebut adalah miliknya, pada kenyataannya tidak demikian, sehingga akad jual
belinya tidak sah karena tidak memenuhi syarat sahnya suatu akad dan terdapat aib
pada mahallul ‘aqd (objek akad). Demikian pula secara perdata, jual beli tersebut
menjadi perjanjian dan peralihan hak yang tidak sah, karena pada pasal 1335
KUHPerdata disebutkan bahwa suatu perjanjian tanpa sebab, atau yang telah dibuat
karena sesuatu sebab yang palsu atau terlarang, tidak mempunyai kekuatan. Kedua,
adanya aib dalam perjanjian jual beli pada Putusan Mahkamah Agung Nomor 466
K/Pdt/2020 berimplikasi pada batalnya perjanjian tersebut. Aib dalam perjanjian
jual beli ini membuka kesempatan khiyar bagi pembeli. Untuk mengikatnya (lazimnya)
suatu akad, disyaratkan tidak adanya kesempatan khiyar (pilihan), yang
memungkinkan di-fasakh-nya akad oleh salah satu pihak. Apabila di dalam akad
tersebut terdapat khiyar, maka akad batal atau dikembalikan. Seperti halnya pada
putusan majelis hakim yang menyatakan sebagai hukum perjanjian dan peralihan
hak atas tanah sebagai perjanjian dan peralihan hak yang tidak sah dan batal demi
hukum
Collections
- Master of Law [1464]