Show simple item record

dc.contributor.advisorM. Arif Setiawan
dc.contributor.authorIda Kristiana
dc.date.accessioned2021-03-25T04:30:45Z
dc.date.available2021-03-25T04:30:45Z
dc.date.issued2017
dc.identifier.urihttps://dspace.uii.ac.id/123456789/27814
dc.description.abstracttentang Perlindungan Saksi dan Korban berlaku setelah diundangkan pada tanggal 11 Agustus 2006 Lembaran Negara Republik Indonesia No.64. Undang-undang ini merupakan lex spesialis (ketentuan khusus) yang mengatur perlindungan hukum bagi saksi dan/atau korban yang lahir sebagai respon untuk menyempurnakan proses peradilan pidana dimana posisi saksi dan korban dalam system peradilan pidana di Indonesia belum mendapatkan jaminan secara hukum dan perlindungan atas hak-haknya yang memadai dalam proses peradilan yang berjalan. Agustus 2006 Lembaran Negara Republik Indonesia No.64. Undang-undang ini merupakan lex spesialis (ketentuan khusus) yang mengatur perlindungan hukum bagi saksi dan/atau korban yang lahir sebagai respon untuk menyempurnakan proses peradilan pidana dimana posisi saksi dan korban dalam system peradilan pidana di Indonesia belum mendapatkan jaminan secara hukum dan perlindungan atas hak-haknya yang memadai dalam proses peradilan yang berjalan. Akan tetapi dalam perkembangannya undang-undang tersebut masih mengandung banyak kelemahan, salah satunya tidak adanya pengaturan yang tegas dan jelas tentang Whistleblower, dimana Whistleblower mempunyai peran yang sangat penting untuk memudahkan pengungkapan tindak pidana. Karena itulah, maka belakangan ini muncul dorongan dari berbagai pihak untuk merevisi UU ini, sehingga pada akhirnya direvisi dengan Undang-Undang No. 13 Tahun 2014. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penelitian ini penulis mencoba menganalisis perlindungan hukum terhadap Whistleblower dalam Undang-Undang No. 13 Tahun 2014 dari aspek kebijakan perumusan (formulatif). Penelitian ini dilakukan menggunakan metode pendekatan perundangundangan dan filosofis. Karena penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif, maka digunakan bahan hukum yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder, dan tersier dengan analisis data kualitatif, komprehensif dan lengkap. Sedangkan teknik pengumpulan bahan hukum menggunakan studi dokumen. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kebijakan perumusan perlindungan hokum terhadap Whistleblower dalam UU ini belum sepenuhnya terakomodir sesuai dengan prinsip-prinsip perlindungan hukum, yaitu dimana seorang yang telah ditetapkan sebagai Whistleblower tetap akan dijatuhi hukuman pidana apabila terlibat dalam tindak pidana yang dilaporkannya tersebut, meskipun tuntutan hukum itu ditunda hingga kasus yang dilaporkannya telah diputus pengadilan dan memperoleh kekuatan hukum tetap, tetap saja tidak memberikan kepastian hukum kepada Whistleblower. Hak-hak yang diberikan UU kepada Whistleblower tidak menyeluruh untuk seluruh tindak pidana akan tetapi hanya untuk tindak pidana tertentu saja.en_US
dc.publisherUniversitas Islam Indonesiaen_US
dc.subjectPERLINDUNGAN HUKUMen_US
dc.subjectWHISTLEBLOWERen_US
dc.subjectKEBIJAKAN HUKUM PIDANAen_US
dc.subjectStudi Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014en_US
dc.subjectPerubahan atas Undang- Undang Nomor 13 Tahun 2006en_US
dc.subjectPerlindungan Saksi dan Korbanen_US
dc.titlePERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP WHISTLEBLOWER DALAM KEBIJAKAN HUKUM PIDANA (Studi Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang- Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban)en_US
dc.Identifier.NIM10912537


Files in this item

Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record