dc.description.abstract | Fokus isu utama dalam riset ini bertujuan menjelaskan, (a) mengapa pengujian peraturan
daerah (Perda) dilakukan oleh pemerintah padahal UUD NRI Tahun 1945 pasca perubahan
telah menyerahkan kewenangan itu kepada Mahkamah Agung RI; dan (b) bagaimana
rekonstruksi pelembagaan sistem pengujian peraturan perundang-undangan yang tepat dalam
perspektif perubahan UUD 1945 di masa mendatang. Penelitian ini merupakan penelitian
normatif dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan (stattite aproach),
pendekatan kasus (case aproach), pendekatan historis (historical aproach), pendekatan
komparatif (comparative aproach), dan pendekatan konseptual (concepttial aproach). Riset
ini menyimpulkan bahwa sebagai pilihan politik hukum (restiltante) para perumus UCTD,
maka pada dasarnya tidak ada yang salah terkait divergensi praktek "jtidicial review" pasca
perubahan UUD NFU Tahun 1945 dengan menempatkan kewenangan menguji kepada MA
dan MK secara berbeda. Pasca perubahan UUD NFU Tahun 1945, masih terdapat dualisme
sistem pengujian Perda yang saling kontradiktif dan menirnbulkan banyak polemik hukum
antara MA (judicial review) versus pemerintah (executive review). Secara normatif, executive
review Perda mengacu pada W No. 23 Tahun 2014 sedangkan mekanisme judicial review
Perda berpijak pada Pasal24A ayat (1) UUD NFU Tahun 1945 Jo W No. 5 Tahun 2004 Jo
W No. 48 Tahun 2009 junto W No. 3 Tahun 2009 Jo Perma No. 1 Tahun 201 1.
Riset ini merekomendasikan diantaranya perlu penguatan executvie preview Raperda oleh
pemerintah dan bukan executive review Perda. Tindakan executive preview" dalam bentuk
proses evaluasi yang bersifat verifikatif terhadap setiap Raperda dengan sejurnah batu uji
(standar normatif) sebelum dipromulgasikan menjadi Perda. Pembatalan Perda sebaiknya
menjadi kewenangan MA sebagai lembaga peradilan (judicial power) bukan lembaga
eksekutif. Pancasila layak menjadi batu uji bagi Perda dan seluruh peraturan perundangundangan.
Di masa mendatang, untuk mengakhiri dualisme pengujian Perda antara MA
dengan ~emerintahm aupun antara antara MA dan MIS maka sistem pengujian di Indonesia
perlu di direkonstruksi yakni dengan penguatan MK sebagai satu-satunya lembaga yudikatif
yang benvenang melakukan pengujian (judicial review) terhadap seluruh produk peraturan
perundang-undangan di Indonesia (court of law). | en_US |