Show simple item record

dc.contributor.authorSUPARMAN MARZUKI, 05932003
dc.date.accessioned2018-07-24T10:39:51Z
dc.date.available2018-07-24T10:39:51Z
dc.date.issued2010
dc.identifier.urihttps://dspace.uii.ac.id/handle/123456789/9424
dc.description.abstractTekanan pada pemerintahan era reformasi untuk menyelesaikan pelanggaran HAM masa lalu telah menimbulkan dilema dengan konsekuensinya masing-masing. Apakah adili clan dihukum, adili kemudian ampuni, tidak ada pengadilan tetapi akan dikutuk selamanya, atau tidak ada pengadilan dan dilupakan begitu saja. Indonesia akhirnya mcmilih politik hukum adili dan menyiapakan KKR. Tetapi kedua la~gkahte rsebut telah gagal, dan mengundang spikulasi hukum dan politik yang menarik diteliti. Fokus masalah penelitian ini ialah: Perfama, bagaimana substansi produk hukum HAM untuk menyelesaikan pelanggaran HAM masa lalu di era reformasi? Kedua, bagaimana hukum HAM ditegakkan ur~tuk menyelesaikan pelanggaran HAM masa lalu di era reformasiliKetiga, hukum HAM seperti apakah yang semestinya dibuat, dan bagaimana menegakkannya agar terbangun kehidupan kemanusian yang lebih baik dan mencegah terulangnya pelanggaran HAM oleh penguasa? Politik hukum HAM pemerintahan era refomasi untuk menyelesaikan pelanggaran HAM masa lalu dilakukan dengan kebijakan memproduk peraturan perundang-undangan dan melaksanakan peraturan perundang-undangan tersebut. Pembentukan perahran perundang-undangan diwujudkan dalam dua aspek, yaitu: Pertama, produk peraturan perundang-undangan yang bersifat umum sebagai kondisional politik berupa: (i) mencabut peraturan perundang-undangan yang bertentangan dengan HAM bersamaan dengan pembebasan tahanantahanan politik; (ii) mencabut dan membuat peraturan perundang-undangan ban untuk mereformasi kekuasaan-kekuasaan politik; (iii) mencabut dan membuat peraturan perundang-undangan untuk merefomasi institusi-institusi hukum. Kedua, produk peraturan perundang-undangan yang bersifat khusus yang memuat substansi perlindungan HAM, serta peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar hukum penyelesaian pelanggaran HAM yang berat di masa lalu. Proses dan substansi legislasi pelepasan tahanan politik, penguatan hak sipil dan hak poiitik, amandemen UUD 1945, pembuatan dan penguatan lembaga perlindungan HAM, reformasi politik, reformasi hukum, dan refom~asi sektor keamanan berjalan responsif dalam proses dan substansi. Tetapi produk hukum HAM untuk menyelesaian pelanggaran HAM masa lalu, sebalinya mengandung kelemahan substansial mendasar yang menirnbuikan konsekuensi serius di level penegakan atau pelaksanannya. Pengadilan HAM ad hoc kasus Timor Tirnur cian Tanjung Priok telah gagal. Sedang kasus TSS terhenti. Kegagalan tersebut dilengkapi pula dengan gagalnya penyelesaian melalui KKR; selain karena telah dibatalkan MK, juga karena paradigma pemerintah tentang KKR adalah instrumen rekonsiliasi; bukan untuk mengungkapkan kebenaran demi keadilan. Karena itu, politik hukum HAM di era demokratis haruslah bersifat responsif dan progresif dalm proses dan substansi. Responsif pada proses adalah agar pembuatan hukum HAM tidak dilakukan lagi oleh pemerintah dan atau DPR, tetapi melalui tim independen. Sedangkan responsif secara substansial adalah bahwa agar UU yang dibuat, merupakan konstruksi normatif atas kebutuhan riil masyarakat akan penghormatan dan perlindungan HAM dalam konteks masyarakat Indonesia sekarang dan yang akan datang. Responsivitas politik hukurn HAM ke depan diwujudkan dalam bentuk: merubah dan menambah aspek substansi, susunan dan pemuatan materi yang tercakup dalam HSP pada UUD 1945 dengan: (a) melakukan perubahan kelima terhadap UUD 1945 dengan fokus pada: (i) Menghapus atau secara tegas mengatur perkecualian atas Pasal 28 (I); (ii) Menambahkan Kewenangan Mahkamah Konstitusi; (iii) Memasukkan ketentuan Tentang Ratifikasi Konvensi HAM Internasional; (iv) menegaskan ideologi hukum UUD 1945 ke arah negara sejahtera; (v) Mencantumkan secara ekspelisit keberadaan Kornnas HAM sebagai lembaga negara; (vi) Memperbaiki Susunan Pemuatan Substansi HSP; (vii) Larangan Melakukan Tindakan Pembiaran. (b) Merevisi UU No. 39 Tahun 1999; (c) Mengganti UU No. 26 Tahun 2000; (d) Pembuatan UU KKR; (e) Merevisi KUHAP; (f) meratifikasi Statuta Roma. Penegakan hukum HAM progresif dilaksanakan dengan memperkuat institusi dan manusiamanusia penegakan hukum HAM, dengan melakukan: Pertama, memperbaiki landasan konstitusional Kornnas HAM dengan UU tersendiri. Kedua, menguatkan institusi kejaksaan. Ketiga, penguatan institusi pengadilan dan hakim; Keempat, penguatan MK. Kelima, penerapan hukum HAM dengan paradigma kritis (progresiij, dan tidak terpaku pada cara berpikir legal positvistik, karena pelanggaran dan potensi pelanggaran HAM ke depan, terutama HESB akan semakin kompleks yang menuntut kemampuan dan kemauan institusi serta pelaksana hukum HAM yang progresif.en_US
dc.publisherUNIVERSITAS ISLAM INDONESIAen_US
dc.titlePOLITIK HUKUM HAK ASASI MANUSIA (HAM) DI INDONESIA PADA ERA REFORMASI Studi tentang Penegakan Hukum HAM dalam Penyelesaian Pelanggaran HAM Masa Laluen_US
dc.typeDissertationen_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record