dc.description.abstract | Islam adalah agama universal yang ajal-annya me~lgandungp rinsipprinsip
dasar kehidupan, termasulc persoalan politilc dan hukum serta
rnasalah kenegaraan. Islam sejalc awal sejarahnya tidalc melnberikan
ketentuan yang pasti tentang bentuk dan Iconsep penegakan syari'at Islam
dalarn suatu negara. Di sinilah letak terjadinya berbagai penafsiran dan
upaya untuk merealisasilcannya. Upaya for~nalisasi syari'at Islam di
Indonesia telah menjadi sejarah yang melelahlcan, bahkan sebeluln negara
ini punya nama "Republik Indonesia". Benih perdebatan ~nuncul secara
terbuka pada tahun 1940 ketika terjadi polemik antara Soekarno
(nasionalis sekuler) versus Mullammad Natsir (nasionalis Islam).
Polernik itu juga kelanjutan dari perseteruan antara lcebangsaan Jawa
(politik dan agama harus terpisah) dan Serilcat Islam (gerakan Islam
Nasionalis) tahun 191 8. Polemik itu berlan-jut salnpai kini dengan
persepsi antara tegaknya syari'at 1slal.n dalaln suatu negara (legal formal)
dan ada yang menghendaki tegaknya syari'at Islam dalam suatu negara
pada substansinya, yaitu tegalcnya the islan~ic order pada komuntas
rnasyarakat. Artinya agalna lebih diton-iolltan pada aspek moralitas
manusia dan etika sosial ketin~bang lnelnentingkan legal formalnya.
Upaya transfomasi norms-norma hukum pidana Ice dalaln tata hukum
nasional perlu perlu direalisasiltan dengan metode dan bentulc yang tepat.
Sejarah perjalanan hulcum Islam cli Indonesia merupakan perjuangan
eksistensi. Teori eksister.lsi merumuskan Iceadaan hulcum nasional
Jndonesia, masa lalu: nlasa 1.tini dan lnasa yang altan datang. Teori
eksistensi menegaskan bahwa hukum Islam itu ada dalam hukum nasional
Indonesia. Ia ada dalam berbagai lapangan hulcum dan praktik hukum.
Teori eksistensi, dalaln Icaitanya dengan hukum Islanl di Indonesia, yaitu:
1) ada, dalam arti sebagai bahan integral dari 11ultum nasional Indonesia;
2) Ada, dalam arti lcemandirian yang dialcui, adanya Icekuatan dan
kewibawaannya dan diberi status sebagai hukun~ nasional; 3) Ada,
sebagai bahan penyaring hulcum nasional di Indonesia; 4) Ada dalam arti
sebagai bahan dan unsur utama.
Upaya formalisasi hultum pidana Islam dala~n konteks
keindonesiaan atas prinsip majlahuh dan inaqajid asy-syari 'ah Artinya
menetapkan suatu hulcum untulc Icemaslahatan sesuai tl-ljuan syara'.
Metode yang diteinpuh dalam memal~ami teks hulcum guna merealisir
kemaslahatan an~nzahl,n elalui beberapa cara: a) i11te1-pr-etasil iteval yakni
penafsiran teks hukum, artinya menafsirkan kembali apa yang ada dalam
teks, karena bunyi telts dianggap tidak atau leurang adanya kejalasan
hukum. Misalnya lafad "qatl al-yad" maknanya halciki "potong tangan"
atau majazi "potong kemampuan" b). Kausasi (ta'lili), adalah meneliti
secara seksama apa yang di-jadilcan dasar konsepsi (penetapan) hulcum. yaitu mencari dasar penetapan hultuin baik dari segi alasan (illah)
maupun tujuan-tujuan ditetapkannya hukum (muqayid usy-syari 'ah). Ada
empat pasangan sifat yang terdapat dalan~1 1ukun1 Islam berdasarkan teori
ini. Pertama, Hukum Islam sakral (divine/iluhi) dan seltaligus profan
(human/manusiawi), sebab tanpa keterlibatan inanusia kesaltralan wahyu
tidak akan mungkin dioperasionalkan. Kedrrn, sifat hult~1111I slam absolut
juga relatif. Ketiga, sifat hukum Islam universal juga partikular. lceempatdisamping
permanen juga teinporal. Ole11 karena itu perlu adanya
konkritisasi kaidah-kaidah hultum pidaila pidana Islain dalam konteks
keindonesiaan. Konteltstualisasi melalui tahapan-proses-formulasilegeslasi,
yang harus sesuai dengan prinsip pembangunan hukum di
Indonesia yalmi 1) hukum nasioilal tidak bole11 inengancam d isintegrasi
bangsa, 2) hukum Nasioanl har~~mse ncerininltan asas deinokrasi dan
nomokratis, 3) mengandung nilai lteadilan sosial, serta 4) iuenghargai
pluralitas.
Upaya formalisasi hukum pidana Islam di Indonesia atas
pertimbangan tiga dimensi yang saling terkait satu sama lain. Unsurunsur
di dalamnya saling menopang sehingga manlpu membentuk
konvergensi hultum secai-a kredibel dail uk~~ntabeKl.e tiga dimensi itu
adalah dimensi pemeliharaan, pen~ban- an dan penyempurnaan'. Dimensi
pemeliharaan dimaksudkan sebagai "memelihai-a yang lama yang masih
baik." Sedangltan dimensi pembal-uan dimaksud kan sebagai "inengambil
yang baru dan punya nilai lebih baik." 1<edua dimensi ini sejalan dengan
kaidah: C~4+~4 Wiik~ g2J Lajl +I &c &UI
Dimensi penyempurnaan diinaltsudkan sebagai upaya serius untuk kritik
internal terhadap teks-telts hukuin agar selalu relevan dengan ruang dan
waktu, sesuai dengan kaidah: J IpYIg kYl9 LjYl ,I?-jLi! ?lLYl
Mengkaji hukum pidana Islam di Indonesia sebenarnya sama
mengkaji hukum positif (11ukr.lm yang beralaku pada suatu tempat dan
waktu tertentu), dengan alasan: a) Ilmi1 pengetahuan tentang hukum
selalu bekerja untult masyarakat tei-tentu dan dalan~w alctu tertentu, saina
halnya dengan fikih. la seharusnya terikat oleh tempat, waktu dan
keadaan. b) Filtih harus memperhatika~d~a n memperhitungltan po Iitik,
sosial dan budaya masyarakat. Tanpa memperhatikan ha1 itu. apalagi
bertentangan dengannyajkih hanya menjadi seitedai- slogan.
Merumuskan norma-norma I~ulturn pidana Islam dalam konteks
keindonesiaan nleinang bultan pelterjaan mudah, tetapi perlu ketelitian
dalam berijtihad, inengingat sumbernya Al-Qurai~ yang qnf'i dari segi
matan dan ianni dari segj dulaluh. Misalnya, perspektif tingkat
kekejaman hukuinan yang ditentukan secara ekstrim dalain al-Quran. Jika
ini yang harus ~nenjadik riteria, maka l~l~dzihde ndaltnya dibatasi pada
empat pelanggaran, yaltni, zinu, sol-iqcrl7, qcif dan hi1~6lbahK. arena hanya
itulah kejahatan yang jenis sanksinya ditentukan secal-a tegas dan rinci dalam Al-Qur'an. Senientara ltasus sttkr, riddalz dun bzlghat, dan tindak
pidanya lainnya wewenang hakim.
Ketentuan hultum Islam (al-hulci~z asy-syar'r;) adalah pesan hukum
Islam (al-khitab asy-syar'i) yang berliubungan dengan perbuatan manusia
(afal al-ibad). Ketentuan huku~ii tersebut ditentukan oleh adanya pesan
dan kejelasan pengertian pesan. Pesan dalam liukum Islam adalah
perintah dan larangan yang terdapat dalam Al-Quran dan Sunnah.
Keduanya merupakan asal usul legislasi (at-tusyri') dan suniber ketentuan
hukum. Pesan hukum dalam Islam sangatfleksibel, tidalt setiap perintah
hukum wa ib dilterjaltan dan dihuku~n jilta ditinggalltan. Karena bisa
terjadi perintah itu hanya anjuran atau ltebolelian. Sebaliknya tidak setiap
larangan menunjukkan haram, ltarena bisa terjacli maltruh. Maka pesan
hukum harus dipahami dari teks agania dan ltontelts (qarfi'in).
Oleh karena itu upaya formulasi nilai-nilai hukum pidana Isla~n dalam
konteks keindonesiaan sebagai~nanad alam RUU KUI-IP 2008, baik dari
segi klasifikasi tindalt pidana dan penentuan sanksi telah me~~cerminkan
dan mengaltomodir secara substansial ajaran Islam. Pemikiran ini sesuai
dengan prinsip 17zaqa.jid asy-syariah, guna merealisir ltetentuan hukum
Islam (al-huknz asy-syar'r;) yang berliubungan dengan perbuatan manusia
(afal al-ibad) untult kemaslahatan liamba (111a.jLilih NI-anznzah). Sesusi
kaidah : +k && &\$I ;La?\ z* ! & a> 9 a 9
Model dan bentult transforniasi nornia-norma hultuni pidana Islam
dalam konteks lteindonesiaan melalui taliapan-taliapan seperti berikut ini:
a) Mengkaji ulang pe~nikiran alili 1iul;um Isla111 yang men-jadikan fikih
entas dengan hultum dan n~asyaraltat. Apalagi men~ilah bidang hukumhukum
tertentu dalam Islam secara terpisah. Altibatnya prinsip-prinsip
syari'ah hanya disarikan dari risalali dan filtih Islam bersifat umum.
b) Meyakinkan, bahwa Filtili (liultum Islam) selalu teriltat pada tempat
dan masa tertentu sama halnya dengan ilmu liukum. c) Merumuskan dan
atau memforrnulasikan, baliwa 1iuk1.1m Islam dapat dil ihat dari sudut
pen~bagiannya kepada yang bersifat dijx?i.ri (ketaatan keagamaan) dan
yang bersifat qadij'i (yuridis). I-Iukum Islam yang bersifat diyanf
(ketaatan keagamaan) semata lianya membuti~hkan fatwa dan hukum
Islam yang bersifat qudii'i (yuridis) membuti~likan Itekuasaan hukuln
negara untuk pelaltasnaannya. cl) Perlunya legislasi syarTah, sehingga
pemberlakuanya niengikat sekaligus menialtsa dan ditaati oleh semua
ltomponen dan ltomunitas bangsa. e) Ketilta menggunakan ltebijakan
kolektif yang mendasari tindaltan ~intult menentukan tentang klasifikasi
tindak pidana dan ltetentuan pidanaya, nialta ltomunitas bangsa sebagai
keseluruhan, baik Muslim atau non-Musli111 sama-sama liarus meniltmati
kebebasan berekspresi dan bei-seri kat serta niemi liki akses efektif
terhadap proses for~uulasik ebijnltan. | en_US |