Show simple item record

dc.contributor.authorSRI WAHYU JATMIKOWATI, 04. M. 0115
dc.date.accessioned2018-07-21T17:48:44Z
dc.date.available2018-07-21T17:48:44Z
dc.date.issued2006-09-02
dc.identifier.urihttps://dspace.uii.ac.id/handle/123456789/9404
dc.description.abstractAkibat hukum terhadap perjanjian peralihan hak atas tanah yang dibuat oleh PPAT akan mengalami cacat hukum membuat akta-akta yang dibuatnya menjadi: a). Kehilangan Otentisitasnya, Sifat otentisitas dari akta notaris ini akan hilang, apabila dalam pembuatan akta tersebut PPAT melakukan kelalaian terhadap kebenaran lahiriah ataupun terhadap kebenaran formil dan b). Batal demi hukum atau dapat dibatalkan, karena hampir semua akta yang dibuat oleh PPAT bersumber dari perikatan yang didasarkan atas kehendak bebas dari para pihak. Meski kewenangan PPAT diperoleh dan Pemerintah (Eksekutif) namun jabatan PPAT merupakan suatu profesi yang mandiri yang mempunyai fbngsi sebagai berikut, yaitu: a). sebagai pejabat umum yang berdasarkan peraturan perundangundangan diberi wewenang untuk membuat akta pemindahan hak dan pembebanan hak tanggungan atas tanah sebagai alat bukti otentik; b). Sebagai pelayan masyarakat yang bertujuan untuk mencapai kesejahteraan bagi rakyatnya sehingga PPAT berkewajiban memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya kepada pihak yang memerlukan; c). Mempunyai tugas sebagai recording of deed conveyance (perekam dan perbuatan-perbuatan) sehingga PPAT wajib mengkonstatir kehendak para pihak yang telah mencapai suatu kesepakatan di hadapan mereka; d). Mengesahkan suatu perbuatan hukum di antara para pihak yang bersubstansi: (1). Mengesahkan tanda tangan pihak-pihak yang mengadakan perbuatan hukum; dan (2). Menjamin kepastian tanggal penandatanganan akta. e). Bertugas membantu Kepala Kantor Pertanahan dalam pendaftaran tanah agar tercipta tertib administrasi pertanahan; f). Menyampaikan secara tertib dan periodik atas semua akta-akta yang dibuat oleh atau di hadapannya kepada Kantor Pertanahan dalam waktu paling lama 7 hari kerja setelah penandatanganan akta-akta tersebut, serta mengirimkan laporan bulanan mengenai akta-akta yang dibuatnya kepada Kantor Pertanahan. Kemudian syarat yang hams dipenuhi agar kedudukan dari akta-akta yang dibuat oleh PPAT tidak mengalami cacat hukum sebagaimana ditentukan Pasal 1868 KUH Perdata, yaitu: a). Dibuat dalam bentuk oleh undang-undang; b). Dibuat oleh atau di hadapan pejabat umum dan c). Pejabat umum itu benvenang membuat akta tersebut di tempat di mana akte dibuat. Adapun saran yang dapat diberikan, yaitu: agar akta yang dibuat PPAT (termasuk APHT) memenuhi syarat otentisitas sebagaimana ditentukan Pasal 1868 KUH Perdata, ada beberapa ha1 yang perlu dilakukan, yaitu Jabatan PPAT dihapus dan untuk selanjutnya pembuatan APHT hanya diberikan kepada notaris sebagai satusatunya pejabat umum pembuat akta otentik sebagaimana yang ditunjuk oleh undangundang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris; dan apabila keberadaan PPAT hendak dipertahankan maka kedudukannya ditingkatkan dengan mengaturnya dalam suatu undang-undang khusus seperti pada jabatan Notaris. Pengaturan keberadaan PPAT dapat pula disatukan dengan Notaris dalam satu undang-undang khusus yang mengatur jabatan Notaris dan PPAT.en_US
dc.publisherUniversitas Islam Indonesiaen_US
dc.titleAKIBAT HUKUM TERHADAP PERJANJIAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH YANG MENGALAMI CACAT HUKUMen_US
dc.typeThesisen_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record