KEBERADAAN PERJANJIAN BAKU DALAM PERJANJIAN PENGANGKUTAN UDARA SETELAH BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999
Abstract
Kebebasan berkontrak adalah refleksi dari perkembangan paham
pasar bebas yang dipelopori oleh Adam Smith dengan toeri ekonorni
klasiknya mendasarkan pemikirannya pada ajaran hukurn dam. Hal yang
sama menjadi dasar pemikiran Jeremy Bentham yang dikenal dengan
utilitarianism.
Utilifarianism dan teori klasik laissez faire dianggap saling melengkapi
dan sarna-sama menghidupkan pernikiran liberal individualistis. Keduanya
percaya individualisme sebagai nilai dan mekanisme sosial, dan kebebasan
berkontrak dianggap sebagai suatu prinsip yang umum. Perjanjian adalah
kesepakatan antara dua pihak yang menirnbulkan pengdcatan antara
keduanya untuk melaksanakan apa yang telah diperjanjikan atau sebagai
persetujuan obligatoir yaitu suatu persetujuan yang menciptakan perikatanperikatan
yang mengikat mereka yang mengadakan persetujuan
Kontrak sah ddam ketentuan hukum dan perundang-undangan,
terdapat 4 (empat) syarat seperti yang terkandung dalam Pasal 1320 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata, yaitu, Pertama, Adanya kata sepakat di
antara para pihak. Kedua, Adanya kecakapan tertentu. Ketiga, Adanya suatu
hal tertentu. Keempat, Adanya suatu sebab yang halal.
Kontrak baku atau kontrak standar adalah suatu kontrak tertulis yang
dibuat hanya oleh salah satu pihak dalam kontrak tersebut, b a a n sering
kali kontrak tersebut sudah tercetak (boilerplate) dalam bentuk formulirfonnulir
tertentu oleh salah satu pihak, yang dalam ha1 ini ketika kontrak
tersebut ditandatangani umumnya para pihak hanya mengisikan data-data
informatif tertentu saja dengan sedikit atau tanpa perubahan dalam klausulaklausulanya,
dimana pihak lain dalam kontrak tersebut tidak mempunyai
kesempatan atau hanya sedikit kesempatan untuk menegosiasi atau
mengubah klausula-klausula yang sudah dibuat oleh salah satu pihak
tersebut. Sehingga biasanya kontrak baku tersebut sangat berat sebelah.
Pihak yang kepadanya disodorkan kontrak baku tersebut tidak mempunyai
kesempatan untuk bernegosiasi dan berada hanya pada posisi "fake it or leave
it". Dengan dernikian, oleh hukum diragukan apakah benar-benar ada
elemen "kata sepakat" yang merupakan syarat sahnya kontrak dalam
kontrak baku tersebut.
Collections
- Master of Law [1443]