Show simple item record

dc.contributor.authorRABITH MADAH KHULAILI HARSYA, 10912605
dc.date.accessioned2018-07-21T17:26:27Z
dc.date.available2018-07-21T17:26:27Z
dc.date.issued2013-08-31
dc.identifier.urihttps://dspace.uii.ac.id/handle/123456789/9309
dc.description.abstractKebijakan kriminalisasi merupakan menetapkan perbuatan yang semula bukan tindak pidana menjadi suatu tindak pidana dalam aturan perundangundangan. Pada hakikatnya kebijakan kriminalisasi merupakan bagian dari kebijakan kriminal dengan menggunakan sarana hukum pidana, dan oleh karena itu termasuk bagian dari kebijakan hukum pidana. Dalam rangka menanggulangi kejahatan diperlukakan berbagai sarana sebagai reaksi yang dapat diberikan kepada pelaku kejahatan berupa pidana. Karena, pidana masih dianggap relevan untuk menanggulangi kejahatan, meski masih banyak reaksi lain yang berupa non-pidana dalam menanggulangi kejahatan. Pidana sebagai sarana pengendalian kejahatan diperlukan adanya konsepsi politik dalam hukum pidana yakni mengadakan pemilihan untuk mencapai hasil perundang-undangan pidana yang sesuai dengan keadaan dan situasi pada suatu waktu dan untuk masa-masa yang akan datang. Konsepsi politik hukum pidana untuk menanggulangi kejahatan, disamping melalui pembuatan produk hukum berupa pembuatan undang-undang hukum pidana tidak lepas juga dengan usaha menuju kesejahteraan masyarakat melalui kebijakan sosial (social policy). Hal ini berarti kebijakan untuk menanggulangi kejahatan dengan menggunakan sanksi pidana, harus pula dipadukan dengan usaha-usaha lain yang bersifat non-penal. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penelitian ini mencoba menganalisis Undang-undang No. 23 tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat, Kebijakan kriminalisasi tentang perbuatan-perbuatan tertentu sebagaimana terdapat pada pasal 39 sampai dengan 42 Undang-undang No. 23 tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat dilakukan dengan takzir. Takzir merupakan bagian dari hukum pidana Islam yang tergantung pada kemauan politik penguasa, karena berlakunya sebuah produk hukum tidak dapat dipisahkan dengan konteks sosial politik di mana hukum tersebut diciptakan. Sedangkan kriminalisasi bagi pengelola zakat merupakan langkah maju dalam transformasi hukum Islam di Indonesia. Oleh karena itu, fakta dan legitimasi ini, memberikan peluang yang cukup besar untuk penerapan hukum Islam secara konprehensif dan Pertimbangan maslahah dan pendekatan siyasah sar’iyyah, maka pengelolaan zakat oleh negara termasuk penerapan sanksi bagi pihak-pihak yang terkait menjadi mendesak. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode pendekatan perundang-undangan dan filosofis. Karena penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif, maka digunakan bahan hukum yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder, dan tersier dengan analisis data kualitatif, komprehensif dan lengkap. Sedangkan teknik pengumpulan bahan hukum menggunakan studi dokumen. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kebijakan kriminalisasi terdapat tiga hal yang menjadi perdebatan dalam Undang-undang No. 23 tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat, yaitu sentralisasi pengelolaan zakat, kriminalisasi lembaga amil zakat, dan persyaratan lembaga pengelola zakat, memandang perlu menjadi pertimbangan seperti apa tingkat penerimaan dan kepercayaan publik terhadap Baznas jika diputuskan sebagai pengelola tunggal zakat. dalam undangundang itu dinyatakan pengelolaan zakat tanpa izin pemerintah berwenang dapat diberi sanksi berupa pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda maksimal Rp.500.000.000,- (lima ratus juta rupiah). jelas akan merugikan pengelola zakat tradisional yang kehadirannya telah eksis jauh sebelum undangundang itu dibuat. Sanksi takzir dalam zakat ini adalah sebagai preventif dan represif serta kuratif dan edukatif. Karena tujuan pemidanaan dalam Islam sebagai upaya menolak dan mencegah terjadinya kejahatan, serta upaya memberi perbaikan dan pendidikan bagi pelaku dan orang lain. Kalau ini berjalan efektif maka hukum Islam mampu berperan sebagai social rngineering yang bertujuan untuk mengadakan perubahan-perubahan. Berdasarkan kriminalisasi suatu perbuatan dan penjatuhan hukuman, maka dapat dilihat, bahwasanya ketentuan pidana yang termuat di dalam Undang-undang No. 23 tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat memberikan suatu kejelasan bahwa antara hukum positif dan hukum Islam masih memiliki keterkaitan yang sama, yakni mengenai tujuan hukum dan pada satu sisi hukum positif masih mencari akan pemecahan permasalahan-permasalahannya (problem solver) pada kaidah-kaidah hukum Islam. Hal ini menunjukkan bahwa ditetapkan suatu perbuatan menjadi perbuatan pidana (kriminalisasi) yang termuat di dalam Undang-undang No. 23 tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat memberi mafaaat pada konsep hukum Islam, yaitu melindungi atau memberi perlindungan terhadap nilai agama (hifzul dien), memberi perlindungan terhadap akal (hifzul aql), memberi perlindungan terhadap harta (hifzul maal), memberi perlindungan terhadap keturunan (hifzul nasl), dan memberi perlindungan tethadap kehormatan (hifzul ‘ird), sebagaimana penjelasan tentang tujuan hukum Islam.en_US
dc.publisherUNIVERSITAS ISLAM INDONESIAen_US
dc.subjectKriminalisasien_US
dc.subjectPengelolaan Zakaten_US
dc.subjectTakziren_US
dc.titleKEBIJAKAN KRIMINALISASI TENTANG TINDAK PIDANA PENGELOLAAN ZAKAT (Studi Kritis Atas Undang-Undang No. 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat Perpekstif Hukum Pidana Islam)en_US
dc.typeThesisen_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record