Show simple item record

dc.contributor.authorBEN TRI PRASETYO, 09912413
dc.date.accessioned2018-07-21T17:23:23Z
dc.date.available2018-07-21T17:23:23Z
dc.date.issued2010-06-19
dc.identifier.urihttps://dspace.uii.ac.id/handle/123456789/9295
dc.description.abstractPenelitian ini berjudul PENYALAHGUNAAN KEADAAN SEBAGAI ALASAN PEMBATALAN PERJANJIAN, dimana penelitian ini dilatarbelakangi Perkembangan dunia usaha yang cepat ditandai dengan semakin meningkatnya usaha dibidang perekonomian. Dalam hukum perjanjian Indonesia, suatu perjanjian dapat dibatalkan karena adanya cacat kehendak (wilsgebrek) berdasarkan hang, haling dan bedrog ( pasal 132 1 KLTHPerdata), disamping itu menurut perkembangan hukum yang dikembangkan lewat putusan badan peradilan dikenal pula asas "penyalahgunaan keadaan" (undue influence). Sedangkan permasalahan yang akan dijawab dalam penelitian hi adalah : 1. Bagaimana akibat hukumnya apabila terjadi penyalahgunaan keadaan dalam suatu perjanjian. 2. Sejauhmana klasula penyalahgunaan keadaan diterapkaan dalam putusan pengadilan Kesepakatan merupakan unsur utama dalam suatu perjanjian karena sesungguhnya sepakat ini yang merupakan pertemuan antara dua kehendak dimana kehendak pihak yang satu mengisi dengan apa yang dikehendaki oleh pihak yang lain. Sepakat merukan persesuaian kehendak, yaitu penawaran yang diakseptir oleh lawan janjinya. Perbedaan penentuan mengenai saat lahirnya suatu perjanjian yang cenderung hanya berkisar pada saat kapan suatu penawaran diterima, atau penawaran dikirimkan. Perbedaan ini selanjutnya menimbulkan berbagai teori tentang lahirnya perjanjian, namun dalam ha1 ini yang lebih penting adala bahwa kesepakatan yang dimaksud adalah pada sat diterimanya suatu penawaran, bukan kesepakatan dalam pelaksanaan suatu perjanjian. Pernyataan kehendak sebagai bentuk dari kesepakatan dari para pihak haruslah merupakan perbuatan dari para pihak yang mampu secara sadar bertindak dengan tanggungjawab dan bebas dalam mengambil langkah-langkah yang dianggap tepat. Kualitas kesepakatan yang dimanifestasikan dalam pemyataan kehendak ini akan menemukan kualitas dari perjanjian itu sendiri. Suatu kesepakatan yang bukan didasarkan pada kehendak yang bebas akan menimbulkan cacat dalam berkehendak. Kesepakatan dimaksudkan agar kedua subyek yang mengadakan perjanjian itu sepakat, setuju, dan sia sekata mengenai hal-ha1 yang pokok dari perjanjian diadakan. Kesepakatan ini disamping salah satu unsure syarat sahnya perjanjian juga merupakan salah satu asas perjanjian, yaitu consesualitas, namun arti asas ini tidak hanya terbatas pada pengertian sepakat saja, namun yang lebih luas adalah pengertian bahwa saat lahirnya suatu perjanjian adalah sejak detik tercapainya kesepakatan tersebut. Pengingkaran atas kesepakatan ini akan menimbulkan munculnya kehendak yang cacat dalam berkehendak, ketentuan pasal 1321 KUH Perdata menyatakan tiada sepakat yang sah apabila kesepakatan itu diberikan karena kekilafan, atau diperolehnya dengan paksaan atau penipuan, didalam praktek seringkali terjadi peristiwa-peristiwa yang tidak menunjukkan asalah satu dari cacat kehendak yang klasik seperti kekilafan, penipuan dan paksaan, namun tidak dapat juga dikatan, bahwa terjadinya pemyataan kehendak yang menyetujui perjanjian itu tanpa cacat, ha1 seperti ini terjadi trutma dalam suatu perjanjian yang mana salah satu pihak menderita kerugian financial yang besar, namun karena keadaan maka ia terpaksa menutup suatu perjanjian. Kondisi seperti ini cenderung akan mudah terjadi apabilasalah satu pihak mempunyai keunggulan terhadap pihak yang lain, baik keunggulan ekonomis maupun psykologos, dan apabila salah satu pihak yang mempunyai keunggulan tersebut memanfaatkannya untuk mendapatkan persetujuan atas klausul-klausul dalam perjanjian maka pihak tersebut dapat dinyatakan telah melakukan Penyalahgunaan Keadaan Pennasalahan dalam penyalahgunaa keadaan ini adanya keunggulan pihak yang satu atas pihak yang lain, keunggulan ini dapat bersifat ekonomi ataupun juga psykologis, dan dalam kasus tertentu dapat pula terjadi pemanfaatan keunggulan ekonomis sekaligus psykologis, dan apabila dilakukan penyalahgunaan keunggulan ini maka telah terjadi penyalahgunaan keadaan. Penyalahgunaan keadaan mempunyai dua unsure, yaitu : 1. Unsur kerugian bagi satu pihak 2. Unsur penyalahgunaan kesempatan bagi pihak yang lain. Pemanfaatan kondisi atau keadaan pihak lain untuk memberikan sepakatnya atas suatu perjanjian merupakan bentuk cacat dalam berkehendak, ha1 ini didasrkan pada pertimbangan konstruksi kehendak yang cacat yaitu adanya kerugian dalam ha1 mana perjanjian itu sebenarnya tidak ia kehendaki atau bahwa perjanjian itu tidak ia kehendaki terjadi dalam bentuk yang demikian, sehingga penyalahgunaan ini cenderung mempengaruhi syarat-syarat subyektif sahnya perjanjian, disamping didasrkan pada alas an yuridis yaitu ketentuan pasal 1338 ayat 3 KUH Perdata tentang asas keadilan. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dalam mengantisipasi pennasalahan ini telah mengadopsi berbagai ketentuan moral yang dapat dipakai sebagai parameter bagi upaya untuk menilai suatu perjanjian, yaitu pasal 1337 KUH Perdata yang menyatakan, "Suatu kausul atau sebab adalah terlarang apabila dilarang oleh Undang-undang atau apabila berlawanan dengan kesusilaan baik atau ketertiban umum." Ketentuan ini dapat ditafsirkan bahwa is atau klausul suatu perjanjian tidak boleh bertentangan dengan undang-undang, moral dan keteriban umum, adalah wajib apabila undang-undang merupakan parameter pertama, mengingat para pihak tidak dapat memasukan syarat-syarat atau ketentuanketentuan yang bertentangan dengan hukum dalam perjanjian, ha1 ini karena hukum mempunyai supremasi dan selalau dianggap bahwa ketentuan hukum merupakan bagian integral dari perjanjian.en_US
dc.publisherUniversitas Islam Indonesiaen_US
dc.titlePENYALAHGUNAAN KEADAAN SEBAGAI ALASAN PEMBATALAN PERJANJIANen_US
dc.typeThesisen_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record