Show simple item record

dc.contributor.authorDODIK SETIAWAN NUR HERIYANTO, 08912338
dc.date.accessioned2018-07-21T17:04:56Z
dc.date.available2018-07-21T17:04:56Z
dc.date.issued2009-08-15
dc.identifier.urihttps://dspace.uii.ac.id/handle/123456789/9225
dc.description.abstractAktivitas bisnis para pelaku usaha mempunyai peranan penting dalam pertumbuhan ekonomi sebuah negara. Setiap transaksi yang dilakukan tentunya terdapat pertentangan kepentingan atau sengketa. Sengketa-sengketa yang timbul umumnya diselesaikan melalui litigasi (Pengadilan). Namun, tidak sedikit pula yang menyerahkan penyelesaian sengketa mereka ke penyelesaian sengketa alternatif (ADR) seperti negoisasi, mediasi, konsiliasi, dan arbitrase. Perkembangannya investor wing yang menjadi salah satu pihak di dalam melakukan ke rjasarna dengan pihak pengusaha lokal lebih mempercayakan kepada institusi arbitrase komersial internasional. Hasil dari proses persidangan arbitrase internasional akan menghasilkan suatu putusan arbitrase luar negeri. Putusan arbitrase tersebut tidak hanya berhenti begitu saja. Masih ada upaya hukum lain yang dapat dilakukan, bagi pihak yang menang dalam arbitrase internasional akan melakukan pelaksanaan putusan arbitrase luar negeri di lembaga peradilan suatu negara dimana aset pihak lawannya tersimpan dan bagi pihak yang kalah dapat melakukan upaya hukum pembatalan putusan arbitrase luar negeri. Konvensi New York 1958 merupakan suatu perjanjian multilateral yang mengatur tentang pengakuan dan pelaksanaan putusan arbitrase luar negeri. Menurut Konvensi ini, putusan arbitrase luar negeri ditolak pelaksanmya apabila ternyata putusan tersebut bertentangan dengan ketertiban umum. Asas ketertiban umum hi multitafsir dm cenderung tidak menjamin kepastian hukum karena (oleh Konvensi New York) tidak diberikan definisi dan parameter yang jelas terhadap ketertiban umum yang seperti apa yang dapat dijadikan sebagai dasar penolakan eksekusi putusan arbitrase luar negeri.Interpretasi asas ketertiban umum diserahkan kepada Pengadilan. Dilingkup negara-negara Asia saja ada dua perbedaan menonjol dalam penggunaan ketertiban mum. Pengadilan di negaranegara Asia yang beristem civil law menafsirkan ketertiban umum secara lw. Sedangkan Pengadilan di negara-negara Asia yang bersistem common law menafsirkan ketertiban umum secara sempit.en_US
dc.publisherUniversitas Islam Indonesiaen_US
dc.subjectForeign Arbitral Awarden_US
dc.subjectCourt of Enforcementen_US
dc.subjectCourt of Originen_US
dc.subjectRefusalen_US
dc.subjectPublic Policyen_US
dc.subjectInternational Arbitrationen_US
dc.subjectNew York Convention 1958 on the Recognition and Enforcement of Foreign Arbitral Awardsen_US
dc.titleKETERTIBAN UMUM SEBAGAI DASAR PENOLAKAN EKSEKUSI PUTUSAN ARBITRASE LUAR NEGERI (STUDI PUTUSAN DI NEGARA-NEGARA ASIA)en_US
dc.typeThesisen_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record