dc.description.abstract | Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tentang Praktik Perkawinan
dengan Hak Ijbar dalam Perspektif Hukum Islam dan Hukum HAM. Rumusan
masalah yang diajukan yaitu: Bagaimanakah aturan hukum tentang perkawinan
dengan hak ijbar dalam perspektif hukum Islam dan hukum HAM?; Apakah
praktik perkawinan dengan hak ijbar sesuai dengan apa yang telah diatur didalam
hukum Islam dan hukum HAM?; dan Bagaimanakah perlindungan hukum bagi
perempuan yang hak asasinya dilanggar akibat perkawinan dengan hak ijbar
dalam perspektif hukum Islam dan hukum HAM?. Metode penelitian yang
digunakan adalah metode penelitian hukum normatif. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa konsep ijbar memiliki pijakan hukum dari fiqh dan landasan
dari konsep ijbar dapat ditemukan dalam hadits nabi yang termuat dalam berbagai
kitab-kitab hadits. Sedangkan dalam perspektif hukum HAM, tidak ada aturan
hukum yang secara khusus mengatur mengenai perkawinan dengan hak ijbar.
Namun, bukan berarti perkawinan dengan hak ijbar boleh dilakukan karena di
dalam hukum HAM, ada aturan hukum yang mengatur mengenai kebebasan yang
dimiliki oleh laki-laki dan perempuan untuk memilih pasangan hidupnya dan
melakukan perkawinan atas kehendak yang bebas yang secara tidak langsung
menunjukkan tentang larangan hak ijbar; Bahwa praktik perkawinan dengan hak
ijbar adalah sesuai dengan apa yang telah diatur didalam hukum Islam dengan
syarat wali mujbir dalam melaksakanakan haknya berdasarkan tanggung jawab
terhadap anak gadisnya dan memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan.
Sedangkan apabila ditinjau dalam perspektif hukum HAM, praktik perkawinan
dengan hak ijbar tidak sesuai dengan apa yang telah diatur di dalam hukum HAM.
Bahwa perlindungan hukum bagi perempuan yang hak asasinya dilanggar akibat
perkawinan dengan hak ijbar dalam perspektif hukum Islam ada dua bentuk
perlidungan hukum, pertama, berdasarkan pada 5 prinsip perkawinan, dimana
salah satunya adalah prinsip memilih jodoh. Adanya prinsip perkawinan tersebut
menunjukkan bahwa sebenarnya perempuan juga mempunyai hak yang sama
untuk memilih jodohnya sendiri. Kedua, perempuan korban kawin paksa dapat
meminta pembatalan terhadap perkawinan yang dilakukan oleh walinya tanpa
persetujuannya. Hal ini berdasarkan kasus Al-Khansa’. Sedangkan dalam
perspektif HAM, Negara Indonesia, sudah membuat kebijakan-kebijakan hukum
dan meratifikasi berbagai instrumen hukum internasional untuk melindungi hakhak
asasi perempuan khususnya perempuan korban kawin paksa. Perlindungan
hukum tersebut diataranya dapat kita temui dalam UU Perkawinan, KHI dan UU
HAM. Sedangkan di tingkat internasional, misalnya sebagaimana yang terdapat
dalam DUHAM, ICCPR, Konvesi tentang Ijin Perkawinan, Usia Minimum
Perkawinan dan Pencatatan Perkawinan Tahun 1962 dan CEDAW. Selain itu,
Indonesia juga sudah mempunyai KOMNAS Perempuan sebagai lembaga
independen di Indonesia yang dibentuk sebagai mekanisme nasional untuk
menghapuskan kekerasan terhadap perempuan. | en_US |