PERLINDUNGAN HUKUM ATAS SIMBOL TRADISIONAL KERATON YOGYAKARTA DARI PERSPEKTIF HUKUM MEREK
Abstract
Dewasa ini pengetahuan tradisional (traditional knowledge) telah menjadi
isu penting dalam rezim Hak Kekayaan Intelektual (HKI). Banyaknya
penyalahgunaan pengetahuan tradisional oleh rezim HKI membuat masyarakat
dunia internasional khususnya masyarakat negara berkembang (developing
country) menuntut dibentuknya suatu peraturan internasional yang secara khusus
mengatur upaya perlindungan pengetahuan tradisional tersebut, tak terkecuali
terhadap adanya simbol-simbol tradisional. Salah satu rezim HKI yang seringkali
digunakan sebagai penyalahgunaan adalah Merek, yakni tanda yang dapat
ditampilkan secara grafis berupa gambar, logo, nama, kata, huruf, angka, susunan
warna, dalam bentuk 2 (dua) dimensi dan/atau 3 (tiga) dimensi, suara, hologram,
atau kombinasi dari 2 (dua) atau lebih unsur tersebut untuk membedakan barang
dan/atau jasa yang diproduksi oleh orang atau badan hukum dalam kegiatan
perdagangan barang dan/atau jasa.
Secara spesifik penelitian ini membahas tentang Simbol tradisional
Keraton Yogyakarta “Praja Cihna”. Keberadaan dan pemanfaatan secara luas oleh
masyarakat menjadi menarik untuk dikaji lebih lanjut secara komprehensif.
Penelitian dikaitkan dengan sistem perlindungan HKI dari perspektif merek, tentu
dengan memperhatikan adanya syarat dan ketentuan yang harus dipenuhi. Dalam
penelitian ini penulis akan membahas bagaimana simbol “Praja Cihna” dapat
dilindungi dan status kepemilikan serta pemanfaatannya. Tujuan penelitian ini
adalah pertama, untuk mengetahui apakah keberadaan “Praja Cihna” sebagai
suatu simbol tradisional dapat menjadi objek perlindungan hak atas merek
sebagaimana ketentuan UU Merek. Kedua, bagaimanakah langkah dan
mekanisme hukum yang paling tepat digunakan sebagai upaya perlindungan
terhadap simbol tradisional Keraton Yogyakarta tersebut.
Penelitian ini merupakan jenis penelitian kepustakaan (library research)
yang bersifat yuridis normatif dengan menggunakan metode pendekatan
perundang-undangan (statute approach). Teknik pengumpulan data dilakukan
dengan studi kepustakaan. Sedangkan sumber data yang digunakan adalah sumber
data primer dan sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum
sekunder dan bahan hukum tersier.
Berdasarkan analisis dapat ditarik kesimpulan bahwa : pertama, simbol
“Praja Cihna” tidak dapat dilindungi dengan sistem merek karena tidak
terpenuhinya syarat sebagaimana diatur UU Merek, yang mana menganut sistem
pendaftaran konstitutif sehingga hak atas merek tercipta karena pendaftaran
pertama (first to file principle) dan bukan karena pemakaian pertama (first to use
principle). Kedua, upaya perlindungan hukum yang paling tepat, sesuai serta
bermanfaat adalah:1) melalui mekanisme dokumentasi atau database; 2) membuat
aturan hukum secara sui generis, yakni upaya penyusunan RUU PTEBT yang
baik, tepat dan komprehensif sebagai payung hukum guna melindungi
kepentingan semua pihak.
Collections
- Master of Law [1443]