MEKANISME PENYELESAIAN PELANGGARAN BERAT HAM MASA LALU di INDONESIA
Abstract
Reformasi pada 21 Mei 1998 merupakan langkah awal suatu bangsa untuk
menatap sekaligus menata masa depan tanpa harus dibayang-bayangi hutang
kemanusiaan pada masalalu. Pijakan awal yang dimaksud adalah langkah nyata suatu
pemerintah dalam menyelesaikan pelbagai peristiwa yang mendera suatu negara pada
masa lalu. Diantaranya peristiwa pembantaian PKI pada tahun (1965-1966), Tanjung
Priok (1984), Talang Sari Lampung (1989),Penghilangan Orang Secara Paksa (1997-
1998), Kerusuhan Mei (1998, Trisakti (1998), Semanggi 1 (1998) dan Semanggi 11
(1999), Timor-Timur (1999), Pelbagai peristiwa masuk dalam kategori pelanggaran
HAM berat yaitu kejahatan terhadap kemanusiaan dan genosida; tujuan dalam
penulisan ini; Pertama, bagaimana mekanisme penyelesaian pelanggaran berat HAM
di Indonesia. Kedua, mekanisme apakah yang tepat dalam penyelesaian pelanggaran
berat HAM di Indonesia. Metode penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis
sosiologis yang mengkaji aturan hukum serta melakukan analisis empirik.
Penyelesaian pelanggaran berat HAM masalalu secara yuridis diatur dalam
Undang-Undang No. 26 Tahun 2000 tentang pengadilan HAM, diketahui dari
beberapa peristiwa baru dua kasus yang sudah diadili namun hasil dari pengadilan
HAM adhoc kurang memuaskan, karena dalam putusan pengadilan HAM adhoc para
pelaku mendapatkan putusan bebas. Kegagalan tersebut dikarenakan dalam proses
pembentukan sampai proses implementasi pengadilan HAM adhoc selalu mengalami
kendala. Menurut Mahfud MD kendala yang dihadapi, pertama bersifat politis,
kedua, kendala teknis prosedural dan ketiga tantangan dari kelompok masyarakat
tertentu, termasuk sebagian korban atau keluarga korban yang tidak menginginkan
mengunkit kembali kasus masalalu, dengan alasan hanya membuka lama, mereka
menyerukan lebih baik melihat kedepan, bukan menengok kebelakan.
Oleh sebab itu, untuk menjawab dimana peran pemerintah dalam hal
pertanggungjawaban negara untuk menyelesaikan kasus tersebut, maka
diterbitkannya Undang-undang No.27 tahun 2004 tentang Komisi Kebenaran dan
Rekonsiliasi. Kendati demikian, sebelum direalisasikan undang-undang tersebut
dibatalkan oleh mahkamah konstitusi. Sehingga pada proses penyelesaian masalalu
hanya menjadi wacana dan tertuda. Meskipun diketahui beberapa Negara telah
mencoba menggunakan komisi serupa dan terbilang sukses diantaranya; Afrika
Selatan, Chili, Argentina, dan Timor-Timur. Sehingga dalam penyelesaian kedepan
perlu dibentuk satu komisi serupa agar negara ini terlepas dari hutang kemanusiaan
dan bisa menata masa depan tanpa dihantui beban sejarah.
Collections
- Master of Law [1447]