Show simple item record

dc.contributor.authorMUHAMAD SALEH, 14912089
dc.date.accessioned2018-07-20T13:43:07Z
dc.date.available2018-07-20T13:43:07Z
dc.date.issued2016-04-04
dc.identifier.urihttps://dspace.uii.ac.id/handle/123456789/9034
dc.description.abstractPaska reformasi 1998, Majelis Permusyawaratan Rakyat hasil Pemilu 1999 melakukan amandemen UUD 1945 sebanyak 4 kali, dan berlangsung dari tahun 1999-2002. Amandemen yang dilakukan ketika itu didorong oleh keinginan untuk memperbaiki iklim demokrasi, tata kelola pemerintahan, penghormatan terhadap hak asasi manusia, meminimalisir peluang korupsi, kolusi, dan nepotisme, dan penguatan otonomi daerah. Alasan melakukan amandemen tersebut didasari oleh pandangan bahwa pemerintah Orde Baru merupakan rezim otoriter, dan otoritarian Orde Baru itu memperoleh pembenaran dari UUD 1945. UUD 1945 dianggap sangat executive heavy, dan memberi peluang pada presiden untuk memegang kekuasaan tertinggi tanpa bisa dikontrol oleh kekuasaan negara yang lain. Karena UUD 1945 dianggap sebagai sumber penyalahgunaan kekuasaan, maka anggota MPR ingin memangkas peluang kembalinya pemerintah yang otoriter dari sumbernya. Gagasan mengembalikan kekuasaan pada rakyat, tentu saja merupakan gagasan yang penting dan mutlak dilakukan, karena sejatinya kedaulatan berada di tangan rakyat. Namun gagasan besar itu tidak ditopang oleh perencanaan yang memadai , pertimbangan yang matang , dan tidak melihat UUD sebagai satu kesatuan utuh . Dan hasil dari Perubahan UUD dengan tiga kondisi itu menyebabkan perubahan secara mendasar bangunan ketatanegaraan di Indonesia, yaitu mengubah staatsidee kolektivisme menjadi negara berciri individualistikliberalistik. Dihapuskannya staatsidee Kolektivistik tercermin dari dihilangkannya Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN), dan dihapuskannya MPR sebagai lembaga tertinggi negara, pelaksana kedaulatan rakyat. Secara teoritik ide negara (staatsidee) merupakan kesepakatan atas corak dan cara negara itu seharusnya dipergunakan. Ide negara merupakan sesuatu yang obyektif, dan terdapat pada semua negara. Negara merupakan realisasi dari ide negara (staatsidee). Ide negara merupakan sesuatu yang baik, dapat dijadikan pedoman dalam berusaha mencapai kesempurnaan dalam negara. Ide negara harus riel, yaitu dengan pengertian bahwa ide negara itu harus dapat dilaksanakan. Dan staatsidee merupakan kondisi obyektif suatu negara dan bangsa. Bangsa Indonesia, yang hingga saat ini masih bercirikan kolektivistik, yang dulu dirumuskan dalam bangunan UUD 1945 sebagai staatsidee Indonesia, telah diubah menjadi individualistik-liberalistik. Spirit individualistik-liberalistik tidak sesuai dengan bangsa Indonesia, dan karena itu dahulu, dalam pembahasan UUD 1945 oleh BPUPKI, ditolak oleh para founding fathers. Karena staatsidee yang digunakan tidak sesuai dengan kondisi obyektif masyarakat Indonesia, maka akan berdampak pada sistem ketatanegaraan. Perubahan sistem ketatanegaraan yang tidak didukung oleh sebuah perencanaan yang jelas dan terpusat, sebagai ciri masyarakat kolektif, hanya akan melahirkan anomali-anomali. Dan dampak paling burung ialah negara akan kehilangan spiritnya, negara akan mengalami kondisi serba tidak menentu.en_US
dc.publisherUniversitas Islam Indonesiaen_US
dc.titleANOMALI MPR SEBAGAI PENJELMAAN KEDAULATAN RAKYAT PASKA AMANDEMEN UUD 1945en_US
dc.typeThesisen_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record